Minggu, 05 Desember 2010

Nelayan, Mengapa di Pilih Menjadi Rasul (Telaah Sumberdaya & Iman)

 
     
      “ Ia melihat dua orang bersaudara yaitu Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, mereka sedang menebarkan jala di danau sebab mereka Penjala Ikan. YESUS berkata kepada Mereka : “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Ku jadikan Penjala Manusia ” (Matius 4 : 18 & 19) ”. Murid-murid pertama Tuhan Yesus adalah Penjala Ikan atau Nelayan, mereka dipanggil dari kesibukan mereka di tepi danau Galilea sebagai sumberdaya alam mereka. Timbul pertanyaan bagi kita mengapa Tuhan Yesus memanggil sebagian besar Murid-murid-Nya (Petrus, Andreas, Yohanes, Yakobus, Filipus, Bartolemeus, dan Tomas) yang setiap hari bekerja sebagai Nelayan.
          
       Pemahaman Keilmuan

      Satria (2004) dalam bukunya "Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir "menyatakan bahwa ada perbedaan pola pendekatan kepada Masyarakat Nelayan dengan Masyarakat Agraris / Petani. Masyarakat Petani pola pendekatannya lebih kearah Human Resources Approach, sedangkan pendekatan kepada Nelayan lebih terarah pada Sumberdaya Alam (Natural Resources/Ikan dan lingkungannya). Dengan sumberdaya alam yang berbeda demikian maka tentunya akan menempa dan membentuk sumberdaya manusia (Nelayan) menjadi sosok yang  berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lain yang digeluti. Adapun karakteristik dari Sumberdaya Perikanan dan Kelautan adalah sebagai berikut :
·         Memiliki Ketidakpastian dan Resiko yang tinggi (High Risk and Uncertainty) karena sumberdaya berada di laut yang sangat dipengaruhi oleh Iklim dan Cuaca yang bersifat musiman. Ada ombak dan angin  besar, arus vertikal dan horizontal maupun sumberdaya ikan yang besar dan buas. Sekarang ini dengan perubahan cuaca dengan adanya Global Warming yang tinggi menyebabkan nelayan semakin memiliki resiko dalam bekerja.
·         Sumberdaya Laut itu bersifat terbuka (Open Acces Resources) dan menjadi milik umum (Common Properties Resources). Meskipun sekarang ini laut sudah dipetakan sesuai regulasi Otonomisasi Daerah (Otda) namun tetap tidak dimiliki oleh pribadi bila dibandingkan dengan sektor pertanian dimana petani memiliki lahan sawah atau ladang garapan yang bersifat Personal Properties Resources. Berbeda sekali dengan Penangkapan ikan di laut setiap orang  bebas melakukan pekerjaan penangkapan ikan sebagai nelayan.
·         Sumberdaya ikan itu Liar dan Berpindah-pindah (Wild and Migration Fish) sehingga tidak mudah untuk ditangkap. Karena itu sekarang telah dibuat berbagai alat tangkap yang canggih dan alat bantu penangkapan yang memudahkan Nelayan melakukan penangkapan. Karakatersitik ini sebenarnya dapat ditelusuri karena pola migrasi ikan ada yang bersifat rutin dan berulang-ulang, misalnya ikan Lompa di Haruku dan Ikan Salmon di USA untuk bertelur (Spawning Migration), serta Ikan Tuna (Thunnus spp) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang bermigrasi dari Samudera Pacifik dan Indonesia ke Laut Banda untuk mencari makan (Feeding Migration), dll.
·         Sumberdaya ikan ditangkap dalam jumlah yang besar dengan ukuran yang berbeda-beda dan diletakan dalam wadah yang tidak besar dan bertumpuk, hal ini dikenal dengan istilah “ Bulky ”. Hal ini menyebabkan Produk Ikan menjadi sangat mudah rusak dan membusuk (Perishable food) sehingga perlu ada perlakuan penanganan yang lebih khusus seperti Pembekuan, Penggaraman, Pengesan dan lain-lain.

             Karakteristik sumberdaya alam (Laut dan Ikan) sedemikian menyebabkan profesi sebagai nelayan sebagai profesi yang tidak disukai oleh kebanyakan anak-anak muda yang ada di wilayah pesisir bahkan dengan dukungan dan perhatian pemerintah yang kurang kepada mereka menyebabkan pekerjaan nelayan menjadi terpinggirkan.     Di Indonesia saja sekarang ini karena keterbatasan modal dan resiko pekerjaan kenelayanan yang besar menyebabkan hampir sekitar 1,3 juta masyarakat nelayan beralih profesi mereka, ada yang menjadi buruh bangunan, penarik becak, tukang ojek dan lain-lain.




        
Pendalaman Keimanan

Panggilan Yesus kepada para murid yang pertama sangat jelas. Mereka dipanggil dan ditetapkan menjadi rasul ("apostle" berasal dari kata "apostello" yang berarti utusan). Mereka dipanggil dengan tiga tujuan (Markus 3:14), yaitu:
  1. Untuk menyertai Yesus.
Belajar dari hidup dan pengajaran-Nya sehingga mengerti hati-Nya, kasih-Nya untuk dunia ini, dan strategi-Nya dalam pelayanan. Menyertai Dia untuk mengenal kehendak-Nya, mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya untuk dilakukan, dan mana yang bukan kehendak-Nya untuk tidak kita lakukan. Ini tujuan pertama Yesus memanggil murid-murid-Nya, bukan untuk pelayanan terlebih dahulu. Karena di hadapan Tuhan, yang penting adalah "siapa kita" dan bukan "apa yang kita kerjakan".
  1. Untuk memberitakan Injil.
Setelah kita mengenal Dia, mengenal kehendak-Nya, dan siap menaati kehendak-Nya, barulah tugas itu diberikan kepada kita.
  1. Diperlengkapi-Nya dengan kuasa untuk kebutuhan pelayanan itu.
Kedua belas orang yang dipanggil ini adalah orang-orang yang sederhana dan biasa. Puji Tuhan! Ia memanggil orang-orang sederhana dan biasa seperti kita. Tuhan bisa bekerja melalui orang sederhana dan biasa untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa dengan cara dan metode yang tidak kaku pula. Kita hanyalah alat-Nya, saluran berkat-Nya.

      Seperti telah dikemukakan kedua belas murid  adalah orang-orang sederhana dan biasa, paling tidak tujuh dari antara mereka adalah nelayan. Mengapa bukan pedagang, petani, juru bangunan atau  tukang kayu ? Mengapa sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan ? Tentu kita tidak tahu dengan pasti rencana Allah di balik semua itu. Akan tetapi, kita bisa belajar dari ciri-ciri latar belakang pekerjaan mereka. Umumnya pembentukan karakter dan rohani dalam satu tim tergantung dari karakter sebagian besar anggota tim yang ada, karena pergaulan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan karakter kita.
      Konsep "God uses ordinary people" (Allah memakai orang sederhana dan biasa) sering disalahartikan oleh beberapa orang Kristen dalam pekerjaan Tuhan. Sebagaimana juga keselamatan yang diberikan dengan cuma-cuma (Roma 6:23), sering orang Kristen menganggap bahwa keselamatan itu adalah anugerah murahan (cheap grace). Sebenarnya, karena begitu mahalnya keselamatan itu sehingga tidak ada seorang pun yang bisa membayarnya kecuali darah Yesus Kristus, wujud pengorbanan-Nya di kayu salib, maka keselamatan itu diberikan cuma-cuma kepada kita. Walaupun Tuhan memilih orang-orang sederhana dan biasa, Tuhan tidak sembarangan memilih orang atau asal comot dari pinggir jalan.
Menarik sekali kalau kita memperhatikan karakteristik nelayan. Nelayan di berbagai tempat di dunia ini, secara umum, memiliki karakteristik - karakteristik dasar yang juga diperlukan oleh seorang "Penjala Manusia". Karakteristik tersebut antara lain :

1.     Nelayan, hidup dalam kesederhanaan.
Seorang pemenang jiwa yang pergi ke "medan pertempuran" tidak bisa membawa barang-barang yang tidak diperlukan dalam "peperangan". Nelayan adalah orang yang biasa hidup sederhana akan terbiasa menghadapi penderitaan dan masa-masa krisis . Mereka hanya membawa alat tangkap berupa jala/jarring, kail dan umpannya yang seperlunya sehingga tidak mengganggu mereka melaksanakan proses penangkapan. Dalam peperangan rohani, yang kita perlukan adalah bekal-bekal rohani dan jasmani seperlunya. Sering kali, apa yang kita punyai bukannya menjadi bekal, tetapi menjadi beban yang membuat kita mudah terkalahkan.  Lukas 9 : 3 “Kata-Nya kepada mereka :’Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”.
2.     Nelayan Memiliki Target Tangkapan yang Jelas
Nelayan dalam bekerja selalu berpikir bagaimana caranya mendapat ikan. Sebelum bekerja yang terpikirkan bagaimana caranya untuk menangkap ikan yang banyak. Seorang murid Kristus yang tulen selalu memiliki target yang menjadi fokus yaitu jiwa-jiwa terhilang untuk diselamatkan". Seumpamanya ikan maka masih banyak manusia yang “Liar dan Berpindah-pindah” terkadang menjauh dari Tuhan dan terkadang kembali mendekat kepada Tuhan. Orang orang seperti ini yang perlu di”tangkap” masuk ke dalam “Jaring-nya Tuhan”.
3.     Nelayan, Sosok yang Rajin
Pada waktu dipanggil, Simon dan Andreas sedang bekerja menebarkan jala di danau (Matius 4:19). Yakobus dan Yohanes juga sedang membereskan jalanya bersama ayah mereka, Zebedeus (Matius 4:21). Untuk mendapatkan hasil kerja yang memuaskan, Tuhan selalu memakai orang-orang yang rajin bekerja keras, berinisiatif, dan kreatif dalam pekerjaan-Nya. Tuhan tidak akan memakai orang yang malas. Tidak ada tempat bagi orang malas dalam kerajaan-Nya, karena orang malas memunyai banyak alasan dan melakukan hal-hal yang bukannya membangun, melainkan meresahkan banyak orang. "Si pemalas berkata: `Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.`" (Amsal 22:13) Karena itu, "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (Amsal 6:6) Dunia mulai letih mendengar khotbah, mereka menantikan bukti nyata dari kasih dengan tindakan kita, tangan yang sedia kotor dan keringat yang dicurahkan, bahkan air mata dan darah dalam kerja keras di ladang-Nya. Bagi orang yang rajin bekerja di ladang Tuhan, tidak ada waktu untuk mengganggu orang lain, tetapi menjadi berkat bagi orang lain.
4.     Nelayan, Sosok yang Sabar
Memenangkan jiwa harus sabar. Nelayan kadang kala harus menanti berjam-jam di tengah danau atau laut untuk mendapatkan hasil, ada ketidakpastian dalam pekerjaan (uncertainty). Terkadang mereka pulang dengan tidak membawa ikan seekor-pun, tapi besok mereka akan kembali melaut. Sabar adalah buah roh, ciri pertama dan terakhir dari definisi kasih (1 Korintus 13:4,7). Sering kali, pekerjaan kita memerlukan waktu yang lama untuk melihat hasil yang kasat mata. Kesabaran menolong kita dalam menghadapi tantangan dan penderitaan. Apalagi di masa krisis, bahkan ketika krisis moral berakibat   terhadap orang percaya yang lain. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)
5.     Nelayan Memiliki Keberanian dalam Tugas Pekerjaan
Dalam gelapnya malam atau di tengah-tengah gelombang laut dan badai, nelayan pergi melaut menghadapi risiko bahaya. Perlu keberanian dalam melakukan tugas-Nya yang terkadang diperhadapkan dengan lingkungan “laut” yang ganas bahkan orang-orang (ikan) yang sulit untuk di ”jala”. Berani mengatakan kebenaran, berani bertindak benar dalam kebenaran-Nya walau ada harga yang harus dibayar. Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya karena menyatakan kebenaran, Tuhan Yesus selalu disalah mengerti dan dibenci orang yang tidak menyukai kebenaran-Nya. Roh Kudus memberikan keberanian kepada kita dan bukan roh ketakutan (2 Timotius 1:7).
  1. Nelayan Tidak Dapat Melihat Ikan, Namun Beriman Menangkap Ikan yang Tidak Kelihatan itu.
Seperti dikemukakan sebelumnya tentang sumberdaya ikan yang liar dan berpindah-pindah (wild and migration fish) namun nelayan meyakini akan dapat menangkapnya. Demikianlah pula dalam Pekabaran Injil  "Orang benar akan hidup oleh iman" (Roma 1:17). Beriman kepada Tuhan berarti mempertaruhkan seluruh kehidupan kita kepada-Nya. Berserah dan percaya total kepada-Nya. Rasa aman dan damai sejahtera akan menyertai jika kita dapat senantiasa mempercayakan hidup dan pelayanan kita kepada-Nya.  Kita akan gelisah dan resah jika kita berusaha untuk mengatur diri sendiri menurut kekuatan kita sendiri. Apalagi dalam masa-masa sulit yang kita tidak mengerti ke mana arah jalan hidup ini. Dia memegang hari esok, Dia tahu apa yang akan terjadi dan akan membawa kita ke sana.
7.     Nelayan Kompak dan Suka Bekerja Sama dalam Pekerjaannya.
Saling membantu dan melayani demi tujuan profesi mendapatkan ikan. Terkadang dalam menangkap ikan ada 3 (tiga) sampai dengan 25 orang tergantung dari alat tangkap yang digunakan dan musim penangkapan. Demikian pula dengan “Penjala Manusia”, harus suka bekerja sama untuk mencapai tujuan akhir yang penting, yaitu jiwa-jiwa yang dimenangkan ke dalam Kerajaan Terang-Nya. Bukannya membangun kerajaan-kerajaan kecil sendiri-sendiri, tapi bersama membangun Kerajaan Allah.
8.     Nelayan,  Sosok yang Mencintai dan Setia kepada Pekerjaannya.
Sekalipun pekerjaan itu berat, tapi tidak ada jam kerja tertentu yang mengikat. Kadang melaut pada malam hari dan terkadang melaut dan bekerja pada siang hari. Dalam situasi yang berat pun dia tetap setia. Itu semua dilakukan karena kecintaan dan kesetiaannya terhadap profesinya. Orang yang hebat mudah ditemui. Orang yang fasih lidah dan kaya mudah ditemui. Tetapi, sulit menemukan orang yang setia, seperti kata Alkitab: "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6)

"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:24).  
Beberapa karakteristik dari nelayan ini paling tidak adalah gambaran karakter dasar yang diperlukan untuk menjadi utusan dan Pekabar Injil. Di samping itu, tentu Tuhan akan terus memperlengkapinya dengan kuasa dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk bekerja di ladang Tuhan. Tanpa karakteristik-karakteristik seperti digambarkan di atas, pekerjaan misi hanya akan menjadi misi-misian.
Demikian Artikel ini dibuat dan dapat menjadi Kekuatan bagi kita semua sebagai orang-orang yang  Diutus dalam Tugas dan Tanggung Jawab kita. IMANUEL, Allah Senantiasa Menyertai Kita. AMINNNN.



                                                  
           +++++++ SEKIAN DAN TERIMA KASIH +++++++

Minggu, 21 November 2010

Budidaya Ikan Kerapu Dengan Keramba Jaring Apung di Provinsi Maluku


I.                       I.  Deskripsi Ikan Kerapu
Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai  perairan karang, hidup di antara celah-celah karang atau di dalam gua pada dasar perairan. Ikan Kerapu tergolong jenis ikan karnivora yang lamban dan kurang aktif, relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas.
Ada 3 jenis ikan kerapu ekonomis penting, yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. Dari ketiga jenis ikan kerapu di atas, untuk pengembangan di Provinsi Maluku ini disarankan jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Hal ini karena harga per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis kerapu lainnya. Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internasional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik-bintik kecil bulat berwarna hitam.

II.                      II. Penyebaran dan Habitat Ikan Kerapu
Daerah penyebaran kerapu di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, Seram dan Ambon. Salah satu indikator adanya ikan kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya ikan kerapunya sangat besar.
Dalam siklus  hidupnya, pada umumnya kerapu muda  hidup diperairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 – 40 m. Telur dan larvanya  bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun.
Parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu :
a. Temperatur antara 24 – 310C,
b. Salinitas antara 30 -33 ppt,
c.  kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan
d.  pH antara 7,8 – 8.

Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang.

      III.  Proses Budidaya Ikan Kerapu
Budidaya ikan kerapu tikus ini, dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA).  Budidaya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung akan berhasil dengan baik ( tumbuh cepat dan kelangsungan hidup tinggi ) apabila pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran benih yang ditebar dan kepadatan tebaran sesuai.
  
i. Pemilihan Benih
Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh.
  
ii. Penebaran Benih
Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini, adalah :
(a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca teduh),
(b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi, dan
(c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas.

iii. Pendederan
Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5 x 3 x 3 meter dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya menjadi hanya  250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3 x 3 x 3 meter dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).

            iv. Pakan dan Pemberiannya
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya.  Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah 8 -10 % dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebar dapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.

v. Hama dan Penyakit
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah :
(a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm,
(b) penyakit akibat protozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis,
(c) penyakit akibat jamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis,
(d) penyakit akibat serangan bakteri,
(e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).

       IV. Panen dan Penanganan Pasca Panen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA, antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik pemanenan, serta penanganan pasca panen. Waktu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen karena ketika waktu itu cuaca tidak terlalu panas. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa: scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan alat aerasi.
Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.
Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak 1/2 sampai dengan 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19 – 21 0C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi dengan kepadatan ikan kurang lebih  50 kg/wadah.
Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Untuk itu, 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gam.
       V. Konstruksi Keramba Jaring Apung
        a. Pembuatan Rakit Keramba
        1. Rakit
Rakit dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi anti karat. Ukuran bingkai rakit biasanya 6 x 6 m atau 8 x 8 m.
        2. Pelampung
Untuk mengapungkan satu unit rakit, diperlukan pelampung yang berasal dari bahan drum bekas atau drum plastik bervolume 200 liter, styreofoam dan drum fiberglass. Kebutuhan pelampung untuk satu unit rakit ukuran 6 x 6 meter yang dibagi 4 bagian diperlukan 8 - 9 buah pelampung dan 12 buah pelampung untuk rakit berukuran 8 x 8 meter.
        3. Pengikat
Bahan pengikat rakit bambu dapat digunakan kawat berdiameter 4-5 mm atau tali plastik polyetheline. Rakit yang terbuat dari kayu dan besi, pengikatannya menggunakan baut. Untuk mengikat pelampung ke bingkai rakit digunakan tali PE berdiameter 4-6 mm.
        4. Jangkar
Untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus air, digunakan jangkar yang terbuat dari besi atau semen blok. Berat dan bentuk jangkar disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Kebutuhan jangkar per unit keramba minimal 4 buah dengan berat 25 - 50 kg yang peletakannya dibuat sedemikian rupa sehingga rakit tetap pada posisinya. Tali jangkar yang digunakan adalah tali plastic / Polyetylene berdiameter 0,5 – 1,0 inchi dengan panjang minimal 2 kali kedalaman perairan.

        b. Pembuatan Jaring
        1. Jaring
Kantong jaring yang dipergunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu, sebaiknya terdiri dari dua bagian, yaitu :
(a)  Kantong jaring luar yang berfungsi sebagai pelindung ikan dari serangan ikan-ikan buas dan hewan air lainnya. Ukuran kantong dan lebar mata jaring untuk kantong jaring luar lebih besar dari kantong jaring dalam;
(b)  Kantong jaring dalam, yang dipergunakan sebagai tempat memelihara ikan. Ukurannya 
bervariasi dengan pertimbangan banyaknya ikan yang dipelihara dan kemudahan dalam penanganan dan perawatannya.
       2. Pemberat
Pemberat berfungsi untuk menahan arus dan menjaga jaring agar tetap simetris. Pemberat yang terbuat dari batu, timah atau beton dengan berat 2 – 5 kg per buah, dipasang pada tiap-tiap sudut keramba/ jaring.

VI. Analisis Pasar Ikan Kerapu
           Potensi dan peluang pasar hasil laut dan ikan cukup baik. Pada tahun 2008, impor dunia hasil perikanan sekitar 55,600 juta ton. Indonesia termasuk peringkat ke-9 untuk ekspor ikan dunia. Permintaan ikan pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 120 juta ton. Di samping itu, peluang dan potensi pasar dalam negeri juga masih baik. Rata-rata konsumsi ikan dalam negeri tahun 2010 sekitar 66 juta ton dengan konsumsi rata-rata 31.71 kg/kepala/tahun.   
           Dengan elastisitas harga 1.09 berarti permintaan akan ikan tidak akan banyak berubah dengan adanya perubahan harga ikan.  Ikan kerapu hidup merupakan komoditas ekspor Indonesia dengan daerah   tujuan        ekspor  utama Hongkong. Agriculture and Fisheries Department (AFD)  Hongkong memperkirakan konsumsi ikan kerapu hidup Hongkong antara 5.000 - 6000   mt. Terdapat lima negara utama pemasok ikan kerapu hidup untuk Hongkong, Indonesia memegang 20% pangsa pasar Hongkong, menempati urutan kedua setelah Thailand (8) . Hasil survei Ditjen Perikanan tercatat 20 jenis kerapu dengan 12 jenis merupakan kerapu komersial (4).
            Nilai jual ikan dalam kondisi hidup jauh lebih tinggi dari ikan dalam keadaan mati (segar). Sebagai contoh harga ekspor per kg untuk jenis kerapu Bebek (Chromileptis altivelis) kondisi hidup mencapai US$ 40 – 50, sedang untuk kondisi mati (segar) US$ 10 – 15 (3) . Harga kerapu Bebek hidup di tingkat produsen atau pembudidaya jaring apung dapat mencapai Rp 350.000, kerapu Macan Rp 90.000 per kg. 
             Oleh karena itu penanganan pada proses produksi dan pasca panen ikan kerapu yang akan dijual hidup  maupun mati berperan sangat penting. 

 SEKIAN & TERIMA KASIH

Minggu, 14 November 2010

Kearifan Lokal (Local Wisdom) "Sasi" di Negeri Haruku


             
               I.    Pengertian Sasi Dan Cakupan Masalahnya 
A.   Tradisi Pengelolaan “ Sasi ” di Pulau Haruku
 .        Pulau Haruku adalah salah satu pulau kecil  yang berada pada gugusan Pulau-pulau Lease (Haruku, Ambon, Pombo, Nusalaut, Molana dan Saparua), dan terletak di sebelah Timur Kota / Pulau Ambon (gambar 1).   Sebagaimana desa-desa lain di Maluku, maka demikian juga halnya di negeri-negeri (desa) di pulau Haruku, hukum adat sasi sudah ada sejak dahulu kala. Belum ditemukan data dan informasi autentik tentang sejak kapan sasi diberlakukan di desa ini. Tetapi, dari legenda atau cerita rakyat setempat, diperkirakan  pada tahun 1600-an, sasi sudah mulai dibudayakan di pulau  Haruku. Pada zaman itu kepercayaan masyarakat masih dipengaruhi oleh kehidupan dengan alam sekitarnya (Animisme dan Dinamisme), hal ini menyebabkan secara turun temurun hubungan dengan alam selalu diwarnai dengan upacara atau ritual seperti Sasi.
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian   demi menjaga  mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Karena peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan ini juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam dan antar manusia dalam wilayah yang dikenakan larangan tersebut, maka sasi, pada hakekatnya adalah norma hukum adat yang berlaku di pulau Haruku, juga merupakan suatu upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga / penduduk setempat.
B.   Dasar Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan “Sasi”
Sasi  memiliki  peraturan - peraturan yang ditetapkan dalam suatu keputusan kerapatan Dewan Adat yang disebut  “Saniri”. Di pulau Haruku Dewan Adat disebut nama dengan  Saniri'a Lo'osi Aman Haru-ukui, atau "Saniri Lengkap Negeri Haruku". Keputusan  kerapatan Dewan adat inilah yang dilimpahkan kewenangan pelaksanaannya kepada lembaga Kewang. Kewang adalah “Lembaga Adat dibawah Dewan Adat/Saniri yang ditunjuk untuk melaksanakan pengawasan



Lembaga Kewang di pulau Haruku Haruku dibentuk sejak Sasi ada dan diberlakukan di desa.  Struktur kepengurusan Lembaga Kewang adalah sebagai berikut:
1.    Seorang Kepala Kewang Darat
2.    Seorang Kepala Kewang Laut
3.    Seorang Pembantu (Sekel) Kepala Kewang Darat;
4.    Seorang Pembantu (Sekel) Kepala Kewang Laut;
5.    Seorang Sekretaris
6.    Seorang Bendahara
7.    Beberapa orang Anggota Kewang (Darat dan Laut).

Adapun para anggota Kewang dipilih dari setiap soa (marga) yang ada di Haruku. Sedangkan Kepala Kewang Darat maupun Laut, diangkat menurut warisan atau garis keturunan dari datuk - datuk pemula pemangku jabatan tersebut sejak awal mulanya dahulu. Demikian pula halnya dengan para pembantu Kepala Kewang. Sebagai pengawas pelaksanaan sasi, Kewang berkewajiban :
a. Mengamankan Pelaksanaan semua peraturan sasi yang telah diputuskan oleh musyawarah Saniri Besar ;
b. Melaksanakan pemberian sanksi atau hukuman kepada warga yang melanggarnya ;
c.  Menentukan dan memeriksa batas-batas tanah, hutan, kali, laut yang termasuk dalam wilayah sasi;
d.  Memasang atau memancangkan tanda-tanda sasi; serta;
e. Menyelenggarakan Pertemuan atau rapat-rapat yang berkaitan dengan pelaksanaan sasi tersebut.

II.  Model Pengelolaan
      Model Pengelolaan Sumberdaya Pantai seperti telah dikemukakan sebelumnya adalah Berbasis pada Masyarakat (Community Based Resourced Management) dimana penyelenggaraan kegiatan pengelolaan dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah dan stakeholder lainnya hanya mendukung. Untuk mengetahui bagaimana Model Pengelolaan di Pulau Haruku dapat dijelaskan sebagai berikut :

A. Jenis  dan Peraturan Sasi di Pulau Haruku
1.    Jenis – jenis Pengelolaan Sasi
Di negeri - negeri  pulau Haruku, dikenal empat jenis pengelolaan  sasi, yaitu:
a.    Sasi Laut   ;  yang  menjadi  kewenangan Kewang Laut
b.    Sasi Kali    ;  yang  menjadi  kewenangan  adalah  Kewang Laut dan Kewang Darat.
c.    Sasi Hutan ; yang menjadi kewenangan Kewang Darat  (khusus Hutan Mangrove menjadi tanggung jawab Kewang Darat / Laut
d.    Sasi dalam Negeri (Desa) ; menjadi kewenangan Kewang Darat

B.   Peraturan Sasi di Negeri Haruku
Berikut ini adalah rincian peraturan pelaksanaan dari keempat jenis sasi yang berlaku di Haruku yang diputuskan dalam kerapatan Dewan Adat Lengkap Negeri Haruku (Saniri'a Lo'osi Aman Haru-ukui) pada tanggal 10 Juni 1985, yang ditandatangani oleh Raja Haruku (Berthy Ririmasse), Kepala Kewang Darat (Eliza Kissya) dan Kepala Kewang Laut (Eli Ririmasse) yang diperbaharui lagi pada tahun 2005
Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa ketentuan ketentuan peraturan sasi ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu, sehingga ketentuan-ketentuan yang dibuat tertulis saat ini, pada hakekatnya, hanyalah menegaskan kembali peraturan-peraturan adat yang telah diwariskan oleh para leluhur desa ini. Namun demikian, seperti yang terlihat jelas pada peraturan Sasi Kali, ada beberapa tambahan ketentuan baru (misalnya larangan berperahu motor dengan menghidupkan mesin dalam kali) yang diputuskan dalam rangka mengantisipasi perkembangan keadaan di zaman modern saat ini. Demikian juga halnya dengan ketentuan besarnya jumlah denda pelanggaran dalam bentuk uang tunai, juga disesuaikan dengan perkembangan ekonomi saat ini. Contoh tambahan peraturan Jaring (Karoro) pada Sasi Laut lainnya adalah larangan menggunakan jenis jaring-halus buatan pabrik ( karoro) yang dulunya belum dikenal dan baru muncul dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan pengalaman, jenis alat-tangkap ini ternyata sangat merusak karena mampu menangkap semua jenis ikan dalam berbagai ukuran tanpa pandang-bulu (mirip jaring "pukat harimau" atau trawl). Demikian pula halnya dengan larangan memanjat pohon bagi kaum perempuan, dalam peraturan Sasi dalam desa/Negeri yang diperbaharui, larangan ini dirubah dengan memperbolehkan perempuan memanjat pohon asal menggunakan pakaian yang pantas, antara lain, karena pertimbangan bahwa kini tersedia bahan sandang (misalnya, celana panjang) yang juga dapat dikenakan oleh perempuan.
Semua itu menandakan bahwa sasi bukanlah suatu kumpulan peraturan adat yang kaku, tetapi tetap dinamis mengikuti perkembangan zaman, sepanjang inti semangat, roh atau jiwanya (yakni asas kelestarian dan keseimbangan kehidupan manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya) tetap tidak berubah dan terpelihara.



C. Aturan Sasi Laut 
1.  Batas-batas sasi laut adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara, 200 meter ke laut arah barat dan ke selatan sampai ke Tanjung Wairusi (dapat dilihat pada Gambar 3).
2.  Batas sasi untuk ikan lompa di laut: mulai dari labuhan Vetor, 200 meter ke laut arah barat dan ke selatan sampai ke Tanjung Hi-i.
3. Terlarang menangkap ikan yang berada dalam daerah sasi dengan menggunakan jenis alat tangkap apapun, terkecuali dengan jala, tetapi harus dengan cara berjalan kaki dan tidak boleh berperahu. Persyaratan bagi orang yang mempergunakan jala adalah hanya pada batas kedalaman air setinggi pinggang orang dewasa.
4. Daerah labuhan bebas adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara sampai ke Tanjung Waimaru. Pada daerah labuhan bebas ini, orang boleh menangkap ikan dengan jaring, tetapi tidak boleh bersengketa. Jika ternyata ada yang bersengketa, maka labuhan bebas akan disasi juga.
5. Bila ada ikan lompa yang masuk ke daerah labuhan bebas, maka dilarang ditangkap dengan jaring.
6. Pada daerah sasi maupun pada daerah labuhan bebas, dilarang menangkap ikan dengan mempergunakan jaring karoro.
D.   Aturan Sasi Kali/Sungai
      Batas-batas Sasi di kali dimulai dari : (dapat dilihat pada Gambar 3)
1.    (a) muara Wai Learisa Kayeli ke Wai Harutotui.
      (b) muara Wai Learisa Kayeli sampai Air Kecil.
2.    Apabila ikan lompa sudah masuk ke kali, dilarang diganggu ataupun ditangkap, walaupun terdapat jenis ikan lain yang masuk bersama dengan ikan lompa tadi ke dalam kali.
3.    Pada waktu pembukaan sasi ikan lompa, dilarang membersihkan ikan di dalam kali atau membuang kepala ikan lompa yang diputuskan ke dalam kali.
4.    Terlarang mencuci bahan dapur berupa piring piring kotor, dan sebagainya, di dalam kali.
5.    Terlarang orang laki-laki mandi bercampur dengan orang perempuan, tetapi harus pada tempatnya masing-masing yang diatur sebagai berikut:
(a) untuk orang perempuan:
* di Air Besar ;  di Air Pohon Lemon ;  di Air Kecil ; di Air Pohon Lenggua
* pada Sebelah Air dan sampai di Gali Air dan ditentukan dengan tanda-tanda  sasi yang telah ditetapkan oleh Kewang.
(b) untuk orang laki-laki:
* di Air Piting ; di Air Cabang Dua ; pada Sebelah Air dan sampai di Gali Air  dan ditentukan dengan tanda-tanda sasi yang telah ditetapkan oleh Kewang.
6.    Terlarang orang masuk dengan perahu bermotor maupun jenis speed-boat dengan menghidupkan mesin di dalam kali.
7.    Pada tempat mengambil air minum, terlarang orang mencuci pakaian atau bahan cucian apapun melewati tempat tersebut.
8. Terlarang orang menebang pohon kayu pada tepi kali di sekitar lokasi sasi, terkecuali pohon sagu.
 D. Sanksi Bagi Yang Melanggar Sasi
Bagi mereka yang melanggar peraturan sasi (Laut dan Darat, akan dikenakan sanksi sebagai berikut:
·        Perahu motor masuk kali dengan menghidupkan mesin       
Rp 20.000
·        Mengganggu ikan lompa di kali
Rp   5.000
·        Mencuci piring, membuang air besar dan sampah RT di kali / sungai, dll.
Rp   7.500
·        Ke hutan atau ke laut pada hari Minggu
Rp   5.000
·        Mengambil karang laut
Rp 25.000
·         Menebang pohon kayu Bakau/Mangrove  atau jenis tumbuhan lain di Kolam Jawa dan sepanjang kali
Rp 20.000
Demikianlah peraturan sasi secara umum  terkait dengan Sasi Laut dan Sasi Kali yang  berlaku di Haruku.

E.   Kasus “ Sasi Ikan Lompa (Trisina baelama)”         
Di antara semua jenis dan bentuk sasi di Haruku, yang paling menarik dan paling unik atau khas desa ini adalah sasi ikan lompa (Trisina baelama; sejenis ikan sardin kecil). Jenis sasi ini dikatakan khas di Pulau Haruku, karena memang tidak terdapat di tempat lain di seluruh Maluku. Lebih unik lagi karena Sasi Lompa ini sekaligus merupakan perpaduan antara Sasi Laut dengan Sasi Kali. Hal ini disebabkan karena keunikan ikan lompa itu sendiri yang mirip perangai ikan salmon yang dikenal luas di Eropa dan Amerika, dapat hidup baik di air laut maupun di air kali.
Setiap hari, dari pukul 04.00 dinihari sampai pukul 18.30 petang, ikan ini tetap tinggal di dalam kali Learisa Kayeli sejauh kurang lebih 1500 meter dari muara. Pada malam hari barulah ikan-ikan ini ke luar ke laut lepas untuk mencari makan dan kembali lagi ke dalam kali pada subuh hari. Yang menakjubkan adalah bahwa kali Learisa Kayeli yang menjadi tempat hidup dan istirahat mereka sepanjang siang hari, menurut penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, ternyata sangat miskin unsur-unsur plankton sebagai makanan utama ikan-ikan. Walhasil, tetap menjadi pertanyaan sampai sekarang: dimana sebenarnya ikan lompa ini bertelur untuk melahirkan generasi baru mereka. 
1.    Pelaksanaan Sasi Ikan Lompa
Bibit atau benih (nener ikan lompa biasanya mulai terlihat secara berkelompok dipesisir pantai Haruku antara bulan April sampai Mei. Pada saat inilah, sasi lompa dinyatakan mulai berlaku (Tutup Sasi/Larangan menangkap Ikan Lompa). Biasanya, pada usia kira-kira satu bulan sampai dua bulan setelah terlihat pertama kali, gerombolan anak-anak ikan itu mulai mencari muara untuk masuk ke dalam kali.
Hal-hal yang dilakukan Kewang sebagai pelaksana sasi ialah memancangkan tanda sasi dalam bentuk tonggak kayu yang ujungnya dililit dengan daun kelapa muda (Janur). Tanda ini berarti bahwa semua peraturan sasi ikan lompa
sudah mulai diberlakukan sejak saat itu, antara lain:
a.    Ikan-ikan lompa, pada saat berada dalam kawasan lokasi sasi, tidak boleh ditangkap atau diganggu dengan alat dan cara apapun juga.
b.    Motor laut tidak boleh masuk ke dalam kali Learisa Kayeli dengan mempergunakan atau menghidupkan mesinnya.
c.    Barang-barang dapur tidak boleh lagi dicuci di kali.
d.    Sampah tidak boleh dibuang ke dalam kali, tetapi pada jarak sekitar 4 meter dari tepian kali pada tempat-tempatyang telah ditentukan oleh Kewang.
e.    Bila membutuhkan umpan untuk memancing, ikan lompa hanya boleh ditangkap dengan kail, tetapi tetap tidak boleh dilakukan di dalam kali.
Bagi anggota masyarakat yang melanggar peraturan ini akan dikenakan sanksi atau hukuman sesuai ketetapan dalam peraturan sasi, yakni berupa denda. Adapun untuk anak-anak yang melakukan pelanggaran, akan dikenakan hukuman dipukul dengan rotan sebanyak 5 kali yang menandakan bahwa anak itu harus memikul beban amanat dari lima soa (marga besar) yang ada di Haruku.

2.    Upacara Sasi Ikan Lompa
Pada saat mulai memberlakukan masa sasi (tutup sasi), dilaksanakan upacara yang disebut panas sasi. Upacara ini dilakukan tiga kali dalam setahun, dimulai sejak benih ikan lompa sudah mulai terlihat. Upacara panas sasi biasanya dilaksanakan pada malam hari, sekitar jam 20.00. Acara dimulai pada saat semua anggota Kewang telah berkumpul di rumah Kepala Kewang dengan membawa daun kelapa kering (lobe) untuk membuat api unggun. Setelah melakukan doa bersama, api induk dibakar dan rombongan Kewang menuju lokasi pusat sasi (Batu Kewang) membawa api induk tadi. Di pusat lokasi sasi, Kepala Kewang membakar api unggun, diiringi pemukulan tetabuhan (tifa) bertalu-talu secara khas yang menandakan adanya lima soa (marga) di desa Haruku. Pada saat irama tifa menghilang, disambut dengan teriakan Sirewei (ucapan tekad, janji, sumpah) semua anggota Kewang secara gemuruh dan serempak. Kepala Kewang kemudian menyampaikan Kapata (wejangan) untuk menghormati desa dan para datuk serta menyatakan bahwa mulai saat itu, di laut maupun di darat, sasi mulai diberlakukan (ditutup) seperti biasanya. Sekretaris Kewang bertugas membacakan semua peraturan sasi lompa dan sanksinya agar tetap hidup dalam ingatan semua warga desa. Upacara ini dilakukan pada setiap simpang jalan dimana tabaos (titah, maklumat) biasanya diumumkan kepada seluruh warga dan baru selesai pada pukul 22.00 malam di depan baileo (Balai Desa) dimana sisa lobe yang tidak terbakar harus di buang ke dalam laut.
III.                              F. Keterkaitan Instansi / Stakeholder Lain.

Ada beberapa instansi yang turut berperan dalam pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat ini. Masing-masing dengan fungsi mereka tersendiri :
1.    Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan.
Provinsi Maluku telah  menetapkan rencana strategis tahun 2005 - 20010.  Salah satu program yang direncanakan adalah revitalisasi kelembagaan lokal dan kearifan tradisional dengan sasaran kegiatan adalah: mengidentifikasi potensi kelembagaan lokal dan kearifan tradisional yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan ; pemberian coastal award bagi masyarakat ; penguatan kelembagaan lokal dan penguatan ekonomi masyarakat (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2005). Perencanaan program ini sangat berarti karena pedesaan Maluku memiliki kelembagaan lokal serta kearifan tradisional dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
2.    Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah.
Dalam penjabaran Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Maluku Nomor 1 tahun 2006 tentang Pemerintahan Adat pada desa-desa Adat di Maluku telah ditata dengan memberdayakan kelembagaan lokal dan kearifan tradisional yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
3.    Universitas Pattimura (FPIK dan Fak. Pertanian/Jurusan Kehutanan)
Sejak tahun 1982, telah dilakukan berbagai penelitian dan pengabdian masyarakat di pulau Haruku tentang peranan Sasi dari aspek pemberdayaan masyarakat pesisir maupun dari aspek konservasi sumberdaya alam pesisir. Di pulau Haruku tidak saja dilaksanakan Sasi Ikan Lompa (Sasi Laut) saja tapi juga ada Sasi Hutan, Sasi Kali dan Sasi dalam Negeri / Desa.  Melalui kerjasama dengan National Forest Programe dan FAO (NFP-FAO) maka telah dilaksanakan berbagai kegiatan “ Penguatan Kapasitas dan  Pendidikan  Lingkungan Bagi Mayarakat Haruku dengan tujuan kegiatan :
1. Melakukan rehabilitasi habitat burung Maleo dan sumber air
2. Pengadaan perpustakaan lingkungan
3. Membuat training dan kampanye lingkungan
4. Jaringan Baileo Maluku (JBM) suatu Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendukung pemberdayaan masyarakat Adat Maluku terutama dalam penguatan  Kapasitas Kelembagaan Adat. Hal ini dilakukan dalam kaitan dengan Penguatan Kapasitas Lembaga Adat Kewang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
5.  National Forest Programee dan FAO (NFP-FAO) di Roma Italia yang mendukung dengan Dana dan Tenaga Pendamping Masyarakat.
IV.      Hasil yang Diharapkan

  Diharapkan dengan adanya Model Pengelolaan sumberdaya Pesisir dan Laut yang berbasis Masyarakat
  • Memperoleh informasi tentang potensi Kelembagaan Lokal berupa aturan-aturan tertulis maupun tidak tertulis tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Maluku pada umunya dan di Pulau Haruku khusunya. 
  • Memperoleh informasi tentang bentuk-bentuk Kearifan Tradisional dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan Laut
  • Diharapkan adanya penelitian yang terintegrasi  dalam meneliti  Pengelolaan Sasi di Maluku yang selama ini dilaksanakan secara Parsial. Perlu Kajian baik secara biologis, sosial ekonomi serta kelembagaan
  • Peningkatan  kapasitas masyarakat dan perangkat pemerintahan  desa dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat di  Maluku khususnya di pulau Haruku
  • Diharapkan adanya pembentukan dan pemberdayaan lembaga pengelolaan perikanan di tingkat Negeri/desa di Maluku sesuai regulasi setiap daerah Kabupaten/Kota  tentang Pemerintahan Adat.
  • Pemberdayaan  ekonomi masyarakat pesisir dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan  peningkatan mutu hasil  perikanan yang memiliki nilai jual. 

&&&  SEKIAN  DAN  TERIMA KASIH  &&&