Jumat, 07 September 2012
Berita Maluku: HUT Kota Ambon ke 437: Walikota Lantik 120 Kewang
Berita Maluku: HUT Kota Ambon ke 437: Walikota Lantik 120 Kewang: AMBON – BERITA MALUKU. Walikota Ambon, Richard Louhenapessy melantik sebanyak 120 Kewang yang berasal dari 5 Kecamatan, masing-masing k...
Minggu, 02 September 2012
Pesona Laut Maluku Slideshow Slideshow
Pesona Laut Maluku Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Pesona Laut Maluku Slideshow Slideshow ★ to Maluku Islands. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor
Kamis, 30 Agustus 2012
The Race & Rally Darwin - Ambon
THE RACE & RALLY
On arrival all yachts are welcomed by the firing of a parachute flare. This also alerts the locals of the arrival of another vessel, and many head to the beach at the village of Amahusa to watch and welcome the newcomers. The people of Ambon are acutely aware of the economic benefits that the race brings to their city. During a stay in Ambon, almost every conceivable commodity is available at bargain prices.
Customs, Quarantine and Immigration Officers attend to the necessary paperwork before the crew is allowed ashore for a welcome shower and change of clothes. Then it’s a taxi into the city to experience the cultures of Indonesia …. but that’s another story!
The presentation ceremony in Ambon is unforgettable. It is usually held around noon on the Saturday following race start. It is truly a gala event, and is normally attended by the Governor of Maluku, the Lord Mayor of Ambon and senior Government representatives from Jakarta and the Northern Territory of Australia. All participants are adorned in their very best ceremonial attire – possibly to impress the gathering of International media who are present.
Sunday is usually reserved by the skippers and crews to invite the locals on board for a sail around the harbour. There are never enough yachts (and there never will be) to accommodate the thousands of expectant faces lined up on the shore, awaiting a beckoning wave from a crew member.
As the new week gains momentum, awnings are stowed and vessels are made ocean ready again for the next leg of an odyssey. Someone once said that exploring the back blocks of civilisation could never be done from terra firma and that’s exactly what yachting is all about.
Rabu, 18 April 2012
Kajian Nilai Tukar Pembudidaya Rumput Laut di Kabupaten SBB, Provinsi Maluku
Pertambahan penduduk dan perkembangan masyarakat dunia
telah menyebabkan konsumsi produk perikanan laut mengalami peningkatan. Dalam
kondisi produk perikanan yang stagnan dan bahkan menurun, produk perikanan
budidaya diharapkan menjadi “prime mover”
pertumbuhan produk perikanan.
Salah satu komoditi unggulan produk perikanan budidaya
adalah rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditi laut yang sangat
populer dalam perdagangan dunia karena mengandung berbagai senyawa seperti
karaginan, agar dan alginate yang banyak digunakan dalam industri pangan,
farmasi, kosmetika dan produk bioteknologi lainya.
Jenis rumput laut penghasil karaginan yang sangat
mendominasi perdangangan internasional dan domistik saat ini adalah euchema cottonni. Jenis tersebut menunjukkan
peningkatan yang cukup baik, yakni pada tahun 2003 sebesar 36.540 ton meningkat
menjadi 71.927 ton pada tahun 2005.
Maluku sebagai provinsi kepulauan memiliki luas
712.479,69 km² yang terdiri dari luas laut 658.294,69 km² (92%) dan luas
daratan 54.158 km² (7,6%). Luas lautan memiliki potensi sumber daya perikanan
sebesar 1.640.160 ton/tahun, hal ini disesuai dengan hasil kajian badan riset
kelautan dan perikanan bekerja sama dengan pusat penelitian dan pengembangan
oseanologi lembaga ilmu penggetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2001. Potensi
sumber daya hayati perikanan dimaksud terdiri dari biota laut yang dapat
dieksploitasi secara optimal. Besarnya potensi perikanan yang tersedia telah
dimanfaatkan sebesar 481.847,8 ton (Dinas
Kelautan dan Perikanan, 2005).
Salah satu usaha pemerintah yang
mungkin cukup membantu menyelamatkan kehidupan nelayan adalah penetapan Nilai
Tukar Nelayan (NTN) dan Nilai Tukar
Pembudidaya (NTPi) yang dilakukan pemerintah pada tahun 2008 lalu. DKP
bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menghitung NTN per
provinsi dengan perhitungan gabungan dari NTN dan Nilai Tukar Pembudidaya ikan
(NTPi). Penghitungan NTPi ini juga dilakukan, karena unsur ekonomi dua kelompok
perikanan ini sangat berbeda, baik biaya penerimaan, apalagi biaya pengeluaran.(Marza. 2009 pada http://medanbisnisonline.com)
Jadi, mulai saat ini kelompok masyarakat pesisir yang
sering dikatagorikan sebagai segmen masyarakat mayoritas miskin ini telah
memiliki ukuran nilai tukar yang lebih akurat. Dengan adanya NTPi kita dapat
melihat kondisi pembudidaya lebih jelas setiap bulan, baik dalam musim paceklik
atau musim panen. Akan lebih mudah mengetahui tingkat kesejahteraan pekerja di
sektor kelautan dan perikanan. Demikian juga terhadap berbagai faktor ekonomi
yang mempengaruhinya.
Pada dasarnya, nilai tukar ini umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan
antara dua atau lebih negara, sektor, atau kelompok sosial ekonomi. Begitu pun
NTPi, digunakan untuk mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan seluruh
pengeluaran (expenditure) keluarga pembudidaya. Selain itu, NTPi juga digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat pembudidaya secara relatif dan
merupakan ukuran kemampuan keluarga pembudidaya untuk memenuhi kebutuhan
subsistemnya. Dengan demikian, akan diperoleh ukuran tingkat kesejahteraan
pembudidaya yang semakin lebih akurat dan obyektif.
Upaya meningkatkan produksi perikanan dapat di tempuh
melalui usaha budidaya, baik di darat maupun di laut. Budidaya rumput laut
merupakan salah satu jenis budidaya dibidang perikanan yang mempunyai peluang
untuk dikembangkan di wilayah perairan Indonesia . Budidaya rumput laut
memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan pasar dalam dan
luar Negeri, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan nelayan atau petani ikan serta menjaga kelestarian sumber hayati
perairan (Poncomulyo dkk, 2006).
Di Maluku salah satu Kabupaten yang memiliki potensi
untuk membudidayakan rumput laut adalah di
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Usaha budidaya rumput laut di kabupaten ini telah lama dilakukan dan umumnya dilaksanakan oleh masyarakat dari Sulawesi Tenggara. Umumnya usaha budidaya rumput laut masih bersifat skala
kecil dengan manajemen pengolahan dan pengaturan keuangan yang masih sederhana namun memiliki kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan usaha perikanan di kabupaten SBB dan meningkatkan kesejahteraan nelayan pembudidaya di sana. Berdasarkan latar belakang tersebut maka pada penulisan ini ingin disampaikan beberapa kajian tentang Nilai Tukar (Terms of Trade) Nelayan Pembudidaya Rumput laut yang mengarah pada kemampuan mereka mengalokasikan pendapatan dan pengeluaran mereka selama 3 bulan (Triwulan) dari usaha yang digeluti tersebut.
II. Metodologi Penelitian
Metode dasar yang dilakukan pada penelitian ini
adalah metode survei. Dimana wawancara dilakukan secara langsung dengan
menggunakan kuisioner kepada pembudidaya yang menjalankan usaha budidaya rumput
laut.
Metode survei adalah penyelidikan yang dilakukan untuk
memperoleh fakta-fakta dan gejal-gejala yang ada, mencari keterangan nyata
secara baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok
atau suatu daerah (Nazir, 2003).
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berupa data
primer dan data sekunder.
Data primer adalah data mentah (raw data) karna para
peneliti hanya dapat menggali dan memperoleh jenis data ini dari sumber
pertama, yaitu responden. Respondennya berupa masyarakat biasa,
pengusaha-pengusaha, pimpinan lembaga-lembaga penelitian dan lain-lain (Teguh, 2005). Data primer dikumpulkan
langsung dari responden dilapangan dengan menggunakan kuisioner sebagai pedoman
wawancara. Data primer yang di perlukan yaitu :
-
Karakterisrik responden pembudidaya rumput laut berupa
: nama, umur, besar keluarga, pendidikan terakhir dan pengalaman usaha.
-
Tingkat pendapatan dan daya beli keluarga pembudidaya.
Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh dan
digali melalui hasil pengolahan pihak kedua dari hasil penelitian lapangannya,
baik berupa kualitatif maupun data kuantitatif. Data sekunder ini dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti perusahaan swasta, perusahan pemerintah
dan perguruan-perguruan tinggi swasta adan pemerintah, lembaga-lembaga
penelitian swasta dan pemerintah maupun instansi-instansi pemerintah baik yang
berada di tingkat paling bawah yaitu Desa maupun berada di tingkat pusat (Teguh, 2005). Dengan kata lain data
sekunder merupakan data yang didapat lewat penelusuran ke instansi-instansi
terkait dengan penelitian yang dilakukan.
Metode
Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pembudidaya rumput laut di Teluk Kotania Seram Bagian Barat yang masih aktif melakukan usaha
pembudidayaan rumput laut. Pengambilan sampel pada pembudidaya diambil dengan
cara sampling jenuh atau exhausting
sampling dan purposive sampling
atau pengambilan sampel secara sengaja.
Umar, (2005) mengatakan bahwa proposive sampling
adalah pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap
mempunyai sangkutpaut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Sampel yang diambil sebanyak 50 KK (Kepala Keluarga) pembudidaya dari
populasi 125 KK usaha budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan menggunakan metode budidaya rawai (long line method) yang aktif.
Namun dalam penelitian ini, didalam sampel terdapat 20 KK yang merupakan pembudidaya yang aktif melakukan budidaya pada Musim Timur dan Musim Barat. dan 30 KK pembudidaya yang aktif melakukan usaha hanya pada Musim Timur saja. Jadi sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompol Musim Timur-Barat dan kelompok Musim Timur saja.
Namun dalam penelitian ini, didalam sampel terdapat 20 KK yang merupakan pembudidaya yang aktif melakukan budidaya pada Musim Timur dan Musim Barat. dan 30 KK pembudidaya yang aktif melakukan usaha hanya pada Musim Timur saja. Jadi sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompol Musim Timur-Barat dan kelompok Musim Timur saja.
Metode
Analisis Data
Data yang dikumpulkan, ditabulasi dan di analisis
sesuai dengan kebutuhan. Data dianalisis secara
kualitatif maupun kuntitatif sebagai berikut:
-
Untuk menganalisis aspek manajemen organisasi yang
diterapkan dalam usaha budidaya rumput laut di Perairan Teluk Kotania
Kabupaten Seram Bagian Barat digunakan metode deskriptif komulatif secara
kualitatif.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki (Nazir,2003).
-
Untuk menganalisis daya beli pembudidaya dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi rumah tangga pembudidaya rumput laut di Dusun Wael dan Dusun Pulau Osi
Kabupaten Seram Barat digunakan analisis nilai tukar pembudidaya (NTPi).
Menurut Basuki, dkk (2001) Nilai Tukar Pembudidaya adalah
rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga pembudidaya
selama periode waktu tertentu. Dalam hal ini, pendapatan yang dimaksud adalah
pendapatan kotor atau disebut sebagai penerimaan rumah tangga pembudidaya.
Nilai tukar pembudidaya (NTPi) dan (INTPi) dapat dirumuskan sebagai berikut :
NTPi = Yt / Et
Yt = YFt + YNFt
Et = EFt + EKt
Dimana:
YFt = total penerimaan nelayan dari usaha
perikanan (Rp)
YNFt = total penerimaan
nelayan dari non perikanan (Rp)
EFt = total pengeluaran nelayan dari usaha
perikanan (Rp)
EKt = total pengeluaran nelayan dari konsumsi
keluarga nelayan (Rp)
t = periode waktu (triwulan).
Perkembangan NTPi dapat ditunjukkan dalam Indeks
Nilai Tukat Pembudidaya (INTPi). INTPi adalah rasio antara indeks total
pendapatan terhadap indeks total pengeluaran rumah tangga pembudidaya selama
waktu tertentu. Hal ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
INTPi = (IYt /IEt) x 100%
IYt = (Yt / Ytd) x 100%
IEt = (Et / Etd) x 100%
Dimana:INTPi = indeks nilai tukar pembudidaya periode t
IYt = indeks total pendapatan keluarga nelayan periode t
Yt = total pendapatan keluarga nelayan periode t
Ytd = total pendapatan keluarga nelayan periode dasar
IEt = indeks total pengeluaran keluarga nelayan periode t
Et = total pengeluaran keluarga nelayan periode t
Etd = total pengeluaran keluarga nelayan periode dasar
t = periode waktu (triwulan)
- Untuk menganalisis distribusi pendapatan pembudidaya digunakan kurva Lorenz dan Koefisien Gini. Secara matematis dapat ditulis:
n
KG = 1 - ∑. Fi (Xi+1-
Xi) (Yi +
Y i+1) atau
1
n
KG = 1 - ∑. Fi (Y i+1 + Yi)
1
Dimana:
KG
= angka koefisien gini
Xi = proporsi jumlah tangga kumulatif dalam
kelas i
Yi = proporsi jumlah pendapatan rumah tangga
kumulatif dalam kelas i
Xi+1
= proporsi jumlah rumah tangga kumulatif sesudah kelas i
Yi+1 = proporsi jumlah pendapatan rumah tangga
kumulatif sesudah kelas
Fi = proporsi rumah tangga kelas i
Kelas = jika dibagi dalam 3 kelas
menjadi :
33.33%
miskin
33.33 %
menengah
33.33%
kaya
Menurut criteria H.T. Oshima ketidakmerataan rendah angka gini kurang
dari 0.3; ketidakmerataan sedang bila angka gini antara 0.3 – 0.5; dan ketidak
merataan tinggi bila angka gini diatas 0.5 (Widodo, 1990).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Pembudidaya Rumput Laut di Teluk Kotania
Kabupaten Seram Bagian Barat yang berasal dari Dusun Pulau Osi dan Dusun Wael dan berlangsung selama 6 Bulan. Jadwal
pelaksanaan mulai dari Bulan November,
Desember, Januari, Februari, Maret dan April tahun 2009
Selasa, 27 Maret 2012
Jumat, 23 Maret 2012
KONTROVERSI KENAIKAN BBM OLEH PEMERINTAH INDONESIA
Oleh Ekonom Kwik Kian Gie
Disampaikan pada Seminar Nasional Institut Bisnis & Informatika Indonesia (IBII)
Jakarta, 21 Maret 2012
Dalam paparan ini saya memberlakukan penyederhanaan atau simplifikasi dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang sangat jelas tentang esensinya saja.
Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak mentah Indonesia dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode ini sering digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti permasalahannya. Metode ini dikenal dengan istilah method of decreasing abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan penyempurnaan dengan cara memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang dikenal dengan istilah putting the flesh on the bones.
Cara perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya sangat mendetil dan akurat.
Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
PERMASALAHAN
Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang esktra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di “brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka sebagai berikut.
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah 37,7808 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 224,5691tr
Pasar internasional 25,2192 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 149,903 tr
Jumlahnya 63 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 374,4721 tr
Biaya LRT 63 milyar liter @Rp. 566 Rp. 35,658 tr
Jumlah Pengeluaran Pertamina Rp. 410,13 tr
Hasil Penjualan Pertamina 63 milyar liter @ Rp. 4.500 Rp. 283,5 tr
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI Rp. 126,63 tr.
=============
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel dengan huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun
===============
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
• Pos “DBH (Dana Bagi Hasil) sejumlah Rp. 45,3 trilyun
• Pos “Net Migas” sejumlah Rp. 51,5 trilyun
• Jumlahnya Rp. 96,8 trilyun
=============
Perbedaan dengan perhitungan saya sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.
Saya menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.
“SUBSIDI” BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAI
Dalam pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika mulut mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009 per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di brain wash bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih ini disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa “subsidi” ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”. Bahwa ini tidak benar telah dijelaskan.
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti yang baru saya katakan tadi pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar yalah pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK ?
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)
Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.”
Ini benar-benar keterlaluan, karena UUD dan MK dilecehkan dengan PP.
Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekwensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?
Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi : “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai tahun 2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip Presiden SBY yang mengatakan :”Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun.” “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Jelas bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONAL
Barang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Pada tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELL
Sekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINA
Harga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?
Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional bukankah kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?
Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
• Venezuela : Rp. 585/liter
• Turkmenistan : Rp. 936/liter
• Nigeria : Rp. 1.170/liter
• Iran : Rp. 1.287/liter
• Arab Saudi : Rp. 1.404/liter
• Lybia : Rp. 1.636/liter
• Kuwait : Rp. 2.457/liter
• Qatar : Rp. 2.575/liter
• Bahrain : Rp. 3.159/liter
• Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
KESIMPULAN
Kesimpulan dari paparan kami yalah :
1. Pemerintah telah melanggar UUD RI
2. Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
3. Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun.
4. Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.
5. Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.
Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa Bensin ??????????
Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak mentah Indonesia dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode ini sering digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti permasalahannya. Metode ini dikenal dengan istilah method of decreasing abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan penyempurnaan dengan cara memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang dikenal dengan istilah putting the flesh on the bones.
Cara perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya sangat mendetil dan akurat.
Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
PERMASALAHAN
Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang esktra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di “brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka sebagai berikut.
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah 37,7808 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 224,5691tr
Pasar internasional 25,2192 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 149,903 tr
Jumlahnya 63 milyar liter dengan harga Rp. 5.944/liter = Rp. 374,4721 tr
Biaya LRT 63 milyar liter @Rp. 566 Rp. 35,658 tr
Jumlah Pengeluaran Pertamina Rp. 410,13 tr
Hasil Penjualan Pertamina 63 milyar liter @ Rp. 4.500 Rp. 283,5 tr
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI Rp. 126,63 tr.
=============
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel dengan huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun
===============
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
• Pos “DBH (Dana Bagi Hasil) sejumlah Rp. 45,3 trilyun
• Pos “Net Migas” sejumlah Rp. 51,5 trilyun
• Jumlahnya Rp. 96,8 trilyun
=============
Perbedaan dengan perhitungan saya sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.
Saya menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.
“SUBSIDI” BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAI
Dalam pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika mulut mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009 per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di brain wash bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih ini disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa “subsidi” ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”. Bahwa ini tidak benar telah dijelaskan.
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti yang baru saya katakan tadi pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar yalah pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK ?
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)
Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.”
Ini benar-benar keterlaluan, karena UUD dan MK dilecehkan dengan PP.
Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekwensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?
Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi : “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai tahun 2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip Presiden SBY yang mengatakan :”Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun.” “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Jelas bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONAL
Barang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Pada tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELL
Sekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINA
Harga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?
Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional bukankah kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?
Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
• Venezuela : Rp. 585/liter
• Turkmenistan : Rp. 936/liter
• Nigeria : Rp. 1.170/liter
• Iran : Rp. 1.287/liter
• Arab Saudi : Rp. 1.404/liter
• Lybia : Rp. 1.636/liter
• Kuwait : Rp. 2.457/liter
• Qatar : Rp. 2.575/liter
• Bahrain : Rp. 3.159/liter
• Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
Kesimpulan dari paparan kami yalah :
1. Pemerintah telah melanggar UUD RI
2. Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
3. Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun.
4. Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.
5. Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.
Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa Bensin ??????????
Langganan:
Postingan (Atom)