Kamis, 02 Februari 2012

Kaitan Sektor Perikanan & Kelautan dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)



I.      Pendahuluan

Sepanjang sejarah kemerdekaan selama lebih dari enam dasawarsa ini, Indonesia telah mengalami beragam kemajuan di bidang pembangunan ekonomi. Bermula dari sebuah negara yang perekonomiannya berbasis kegiatan pertanian tradisional, saat ini Indonesia telah menjelma menjadi negara dengan proporsi industri manufaktur dan jasa yang lebih besar. Kemajuan ekonomi juga telah membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tercermin tidak saja dalam peningkatan pendapatan per kapita, namun juga dalam perbaikan berbagai indikator sosial dan ekonomi lainnya termasuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam periode 1980 dan 2010, Indeks Pembangunan Manusia meningkat dari 0,39 ke 0,60. Indonesia juga memainkan peran yang makin besar di perekonomian global. Saat ini Indonesia menempati urutan ekonomi ke-17 terbesar di dunia. Keterlibatan Indonesia pun sangat diharapkan dalam berbagai forum global dan regional seperti ASEAN, APEC, G-20, dan berbagai kerjasama bilateral lainnya.
Keberhasilan Indonesia melewati krisis ekonomi global tahun 2008, mendapatkan apresiasi positif dari berbagai lembaga internasional. Hal ini tercermin dengan perbaikan peringkat hutang Indonesia di saat peringkat negara-negara lain justru mengalami penurunan. Di sisi lain, tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Keberadaan Indonesia di pusat baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Dalam konteks inilah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyadari perlunya penyusunan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk memberikan arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025.  Melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi ini, perwujudan kualitas Pembangunan Manusia Indonesia sebagai bangsa yang maju tidak saja melalui peningkatan pendapatan dan daya beli semata, namun dibarengi dengan membaiknya pemerataan dan kualitas hidup seluruh bangsa.
Diperlukan langkah - langkah yang lebih cerdas dan fokus dengan tolok ukur dan pola manajemen yang jelas. Pengembangan MP3EI dilakukan dengan pendekatan terobosan (breakthrough) dan bukan “Business As Usual”. MP3EI dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi berimbang berkeadilan dan berkelanjutan. Pada saat yang sama, melalui langkah  percepatan tersebut Indonesia akan dapat mendudukkan dirinya sebagai sepuluh negara besar di dunia pada tahun 2025 dan enam negara besar dunia pada tahun 2050. Masterplan ini memiliki dua kata kunci, yaitu percepatan dan perluasan. Dengan adanya masterplan ini, diharapkan Indonesia mampu mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi bangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya. Selain percepatan Pemerintah juga mendorong perluasan   pembangunan ekonomi Indonesia agar efek positif dari pembangunan ekonomi Indonesia dapat dirasakan tidak saja di semua daerah di Indonesia tetapi juga oleh seluruh komponen masyarakat diseluruh wilayah Nusantara.
Adanya MP3EI ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggantikan RPJM Nasional ataupun proses perencanaan pembangunan nasional dan daerah yang selama ini berjalan. Justru sebaliknya, dokumen MP3EI ini berfungsi sebagai dokumen kerja yang komplemen terterhadap dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang ada tersebut. Untuk mendapatkan manfaat yang konkret serta dampak yang terukur, langkah - langkah percepatan dan perluasan ini dirumuskan secara terfokus, berdasarkan kesepakatan dengan semua pemangku kepentingan terkait. Telah ditetapkan 8 program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama. Selain itu,juga telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Dengan demikian, para pelaku ekonomi dapat memilih bidang usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun keunggulan potensi wilayahnya.

II.    Tantangan Sektor  Perikanan dan  Kelautan  dalam  MP3EI
  • Sebagai Negara yang memiliki luas laut yang sangat besar dibandingkan luas daratan-nya maka Indonesia seharusnya menitikberatkan program pembangunan pada bidang kelautan dan perikanan. Dengan memperhatikan potensi sumberdaya alam perikanan dan kelautan serta melihat beberapa regulasi pemerintah terkait dengan sektor kelautan dan perikanan maka melalui makalah ini saya ingin menjelaskan urgensi Penerapan Masterplan Percepatan dan Perluasan  Ekonomi Indonesia pada Bidang Kelautan Perikanan sebagai bahan perenungan bersama. Masalahnya dalam proses berbangsa dan bernegara  TIDAK terlihat adanya Arah Kebijakan dan Implementasi Kebijakan yang menopang Wawasan Kemaritiman, karena itu perlu adanya Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) yang menjadi Pedoman bagi Sektor – sektor terkait dengan Kelautan dalam pelaksanaan program pembangunannya. Beberapa Masalah Pembangunan Ekonomi Sektor Kelautan dan Perikanan aktual yang merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara eksternal maupun internal  perlu dikemukakan sehingga harapan adanya “Ocean Policy” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terwujud.   
  • Masalah Pandangan Birokrasi Pemerintahan terutama dalam pengalokasian Anggaran. Pada setiap Kementerian dan pada Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dipersoalkan 8 (delapan) Provinsi Kepulauan yang tidak mengakomodasikan Luas Lautan sehingga alokasi dana tersebut dianggap diskriminasi oleh mereka.
  • Masalah  konflik Blok Ambalat di Provinsi Kalimantan Timur  dengan  Malaysia, karena pelanggaran territorial laut Indonesia Malaysia. Hal ini juga karena Malaysia masih belum meratifikasi UNCLOS. Kita tahu bersama bahwa potensi Blok Ambalat dengan Minyak dan gas alam membuat wilayah maritim ini menjadi perseteruan antar dua negara.
  • Masalah  pulau Nipah akibat reklamasi di Negara Singapura dan ekspor pasir ke Singapura serta masalah - masalah pembangunan  20  pulau - pulau terdepan lainnya dengan 9 (Sembilan) Negara tetangga yang menjadi titik perhitungan 12 mil laut Indonesia dan 200 mil ZEE Indonesia. 
  • Masalah Pencemaran Laut di beberapa daerah di Indonesia seperti di Teluk Jakarta, Perairan Cirebon dan Indramayu, Perairan disekitar kota Surabaya, Selat Bali, Perairan Bali Timur, Nusa Tengara Timur dan lain-lain. Hal ini menyebabkan terjadinya migrasi besar-besaran sumberdaya ikan pada wilayah-wilayah tersebut dan mengakibatkan pertaruhan untuk menangkap ikan memiliki nilai cost yang lebih besar dibandingkan dengan benefit yang diperoleh.
  • Permasalahan IUU (i-legal, Un-Reported and Un-Regulated) di Indonesia yang bukan saja dilakukan oleh masyarakat tradisional tetapi juga secara sistematis dilaksanakan oleh perusahan-perusahan besar baik domestik maupun perusahaan penangkapan asing. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya kekaburan data dan informasi tentang perikanan khususnya perikanan tangkap di Indonesia terutama dari aspek ekonomi produksi dan pemasaran.
  • Masalah Penyewaan Pulau-pulau kecil kepada perusahan swasta yang dikemukakan dengan Istilah “Adopsi Pulau” oleh  Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (KP3K) Bpk Sudirman Saad.  Program adopsi pulau ini diperun­tu­kan bagi perusahaan atau investor swasta dengan konsep nonprofit.   Saat ini sudah ada perusahaan yang tertarik ikut dalam program adopsi pulau tersebut, yakni Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Dirjen KP3K  juga mengadakan hubungan bilateral dengan Kementerian BUMN untuk program adopsi pulau ini.
  • Masalah terbatasnya Sarana dan Prasarana serta Infrastruktur yang menunjang pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan, seperti Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang masih sedikit ; Kapal – kapal perang maupun kapal – kapal perikanan yang masih sedikit dengan begitu luasnya Nusantara, dll. Bila dibandingkan dengan Negara lain maka terlihat kita masih sangat tertinggal.

  • Pengelolaan Kepelabuhanan di Indonesia yang masih lemah dan belum dilaksanakan secara professional. Contoh konkret yang terjadi di Pelabuhan Merak, Provinsi Banten kemacetan selama beberapa bulan yang menyebabkan kerugian 1,7 triliun.  Diluar masalah lemahnya pengelolaan pelabuhan di Indonesia, pasca implementasi Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran, kini terbuka persaingan dalam memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan. Rencana pembangunan pelabuhan “Hub Port” pun mencuat. Yang menjadi pertanyaan besar, mampukah Pelindo, sebagai operator pelabuhan Indonesia, bersaing dengan pelabuhan di luar negeri yang lebih baik.  Secara geografis Indonesia sangat diuntungkan dalam sistem perdagangan internasional melalui laut (sea borne traffic) karena menjadi lintasan kapal niaga dari mancanegara. Namun, keuntungan itu tidak dapat dioptimalkan sebagai sebuah peluang karena kebijakan yang keliru. Sudah saatnya Indonesia mempunyai International Hub Port.
  • Masalah dari Hilir sampai dengan Hulu Industri Perikanan dan Kelautan di Indonesia dengan upaya untuk meningkakan Nilai Tambah Industri kita. Misalnya masalah budidaya rumput laut. Dikawasan timur Indonesia luasan budidaya laut cukup besar, namun tidak ada Industri rumput laut di daerah ini sehingga yang dijual hanya bahan mentahnya saja. Hal ini menyebabkan negara yang menjadi tujuan ekspor rumput laut mentah yang memiliki Nilai Tambah secara Ekonomi berupa Harga Pasar yang tinggi dan kemampuan merekrut Tenaga Kerja dan Bahan Modal lain yang besar.
  • Masalah-masalah Isu – Isu Global dan Ratifikasi Perjanjian Internasional yang sudah diakui oleh Indonesia dengan Negara lain. Misalnya : Biodiversity (Keanekaragaman Hayati), Pemanasan global,         Ozon depletion, HAM, Woman in development (gender), ISO 9000, ISO 14000, HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point), dll. Juga terkait dengan Penangkapan di Laut Lepas (Ocean) untuk penangkapan Tuna misalnya Indian Ocean Tuna Commision, dll. Bila semua perjanjian tersebut tidak mampu kita ikuti maka yang terjadi adalah sanksi berupa pemboikotan produk perikanan Indonesia oleh dunia yang akan menurunkan Nilai Ekspor Perikanan terlebih Citra Indonesia dimata dunia.
  • Masalah Harta Laut yang terpendam di Laut Indonesia yang belum diperhatikan dan dikelola dengan baik.  Misalnya Harta Karun Cirebon Wreck yang merupakan peninggalan kebudayaan China. Untuk pertama kalinya, pemerintah menyelenggarakan lelang artefak yang bernilai jutaan dolar dengan sistem lot dan ternyata tidak ada pesertanya. Waktu sosialisasi dan penyelenggara yang tidak memadai  dituding sebagai salah satu penyebabnya.
  • Masalah Kebijakan dalam melayari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi Jalur Internasional Pelayaran di Indonesia, ternyata masih disalahgunakan oleh Negara-negara lain.
  • Masalah Kelautan sebenarnya harus diawali dari Kementerian yang mengelolanya yakni Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Kementerian ini jangan hanya terjebak pada persoalan ikan dan nelayan miskin saja (Perikanan). Kalau kita mau membangun negara maritim, seharusnya KKP menjadi leader pembangunan negara bervisi maritim. Dari enam Direktorat Jenderal yang ada di KKP hanya satu Dirjen baru yang mengurusi laut, itupun dengan anggaran yang sangat terbatas,  selebihnya  Ditjen – ditjen KKP  mengurusi Perikanan.
  • Masalah lain yang turut berpengaruh adalah Integratif Perception diantara penyelenggaraan yaitu 3 (tiga) Pilar Hidup Berdemokrasi : Pertama Eksekutif (yang mengeksekusi kebijakan menjadi tindakan yang nyata berupa Program-program yang mendarat ke masyarakat pesisir. Kedua Legislatif yang bersama Eksekutif membuat Undang-undang yang “seharusnya” Pro kepada Rakyat, karena mereka yang dipilih oleh Rakyat. Dan Ketiga  Yudikatif yang mengeksekusi masalah-masalah Hukum bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan Hukum yang berlaku di NKRI.


Dengan mengetahui berbagai permasalahan dan tantangan ke depan dalam pembanguan bidang kelautan dan perikanan maka seharusnya kementerian terkait secara langsung dilibatkan dalam berbagai kebijakan yang akan menopang pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dalam bidang Kelautan dan Perikanan.  MP3EI telah menetapkan 6 (enam) Koridor Ekonomi dengan Bidang - bidang Pembangunan yang khusus, terkait potensi sumberdaya-nya. Khusus yang terkait dengan bidang Kelautan dan Perikanan maka telah ditetapkan 3 (tiga) Koridor Ekonomi yaitu Koridor Ekonomi IV (Pulau Sulawesi), Koridor Ekonomi V (Bali, NTT dan NTB) dan Koridor VI (Kepulauan Maluku, dan Papua).

I.      Pengembangan Sektor Perikanan pada Koridor Ekonomi IV (Pulau Sulawesi)


    Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pembangunan Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan Pertambangan Nikel Nasional. Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan – kegiatan unggulannya.
    Meskipun demikian, secara umum terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di Koridor Ekonomi Sulawesi :
•  Rendahnya nilai PDRB  per kapita  di Sulawesi  dibandingkan  dengan pulau lain di    
   Indonesia ;
•  Kegiatan ekonomi utama pertanian, sebagai kontributor PDRB terbesar (30 persen),   
    tumbuh  dengan  lambat padahal kegiatan  ekonomi utama ini  menyerap sekitar  50  
    persen tenaga  kerja ;
•   Investasi  di Sulawesi yang  berasal  dari  dalam dan  luar negeri  relative  tertinggal
    dibandingkan   daerah lain ;
•   Infrastruktur perekonomian dan sosial seperti jalan, listrik, air, dan kesehatan
    kurang tersedia dan belum memadai.

Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian, perikanan, pangan, kaka dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini.

Indonesia memiliki kedudukan penting di kegiatan ekonomi utama perikanan. Dengan kekayaan laut yang berlimpah, saat ini pertumbuhan produksi makanan laut mencapai 7 persen per tahun, sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar di Asia Tenggara. Dilihat dari produksi perikanan di Indonesia berdasarkan sebaran wilayahnya, Koridor Ekonomi Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi Sulawesi. Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub sektor pertanian pangan (70 persen tangkapan dan 30 persen budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut merupakan perikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya. Potensi pengembangan perikanan terus berkembang secara signifikan karena sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk pemenuhan kebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang terus meningkat.
Meskipun sumber daya perikanan cukup melimpah, terdapat persoalan terkait dengan ekploitasi penangkapan ikan yang berlebihan di beberapa areal laut sehingga mengancam keberlanjutan kegiatan ini. Sebagai contoh, eksploitasi penangkapan ikan demersal dan udang di Sulawesi Selatan dan ikan pelagis besar di Sulawesi Utara. Untuk mengurangi eksploitasi penangkapan ikan yang berlebih dan meningkatkan produksi perikanan yanglebih berkelanjutan, maka dikembangkan juga perikanan budidaya (akuakultur). Dalam kaitannya dengan pengembangan perikanan budidaya, area tambak di koridor ini ideal untuk budidaya udang yang bernilai tinggi dimana nilai jualnya jauh lebih tinggi daripada nilai jual rumput laut yang mendominasi hasil produksi akuakultur. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Sulawesi Selatan telah mengutarakan keinginan untuk menjadi sentra perikanan budidaya di Indonesia. 
Pengembangan Koridor Ekonomi IV (Sulawesi) untuk sektor perikanan  dan kelautan lebih diarahkan pada bidang  Perikanan Budidaya khususnya pengembangan usaha rumput laut, ikan kerapu sehingga arah kebijakan lintas sektoral harus diarahkan untuk menunjang kebijakan tersebut. Namun demikian, secara khusus, dalam pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan ini ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, antara lain:
•  Persaingan di pasar global, dimana beberapa produk perikanan dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam memiliki daya saing yang sangat tinggi yang dikarenakan proses produksi yang jauh lebih efisien dibandingkan dengan Indonesia.
•  Persaingan di pasar dalam negeri, yaitu daerah-daerah lainnya di Indonesia yang memproduksi produk perikanan sejenis.
•  Persyaratan kualitas/mutu produk perikanan seperti persyaratan label, kemasan, keamanan produk, traceability, green/eco label dan syarat kandungan BTP akan semakin ketat. Ini merupakan suatu tantangan ke depan agar industri perikanan dapat lebih meningkatkan mutu dan memperketat kontrol kualitas produk perikanan yang dihasilkan.
•     Persaingan konsumsi protein hewani lain, seperti ayam, daging (sapi), dan telur.
•   Pendapatan dan daya beli konsumen. Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat akan mempengaruhi pola konsumsi makanan yang lebih sehat. Masyarakat cenderung untukNamun demikian, secara khusus, dalam pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan ini ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, antara lain:
•  Persaingan di pasar global, dimana beberapa produk perikanan dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam memiliki daya saing yang sangat tinggi yang dikarenakan proses produksi yang jauh lebih efisien dibandingkan dengan Indonesia.
•  Persaingan di pasar dalam negeri, yaitu daerah-daerah lainnya di Indonesia yang memproduksi produk perikanan sejenis.
•  Persyaratan kualitas/mutu produk perikanan seperti persyaratan label, kemasan, keamanan produk, traceability, green/eco label dan syarat kandungan BTP akan semakin ketat. Ini merupakan suatu tantangan ke depan agar industri perikanan dapat lebih meningkatkan mutu dan memperketat kontrol kualitas produk perikanan yang dihasilkan.
•    Persaingan konsumsi protein hewani lain, seperti ayam, daging (sapi), dan telur.
•  Pendapatan dan daya beli konsumen. Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat akan mempengaruhi pola konsumsi makanan yang lebih sehat. Masyarakat cenderung untuk membeli bahan pangan dan hasil perikanan yang telah diolah dan dikemas dalam bentuk yang lebih mewah.
      Ini merupakan suatu tantangan dan sekaligus peluang usaha industri pengolahan hasil perikanan, misalnya pengembang inovasi produk siap saji, produk beku, produk kaleng, produk kering, dan value added seafood (fillet kakap, tuna loin steak).

              Berdasarkan potensi dan tantangan pengembangan kegiatan perikanan tersebut di atas, diperlukan dukungan terkait regulasi dan kebijakan berikut:
•   Meningkatkan nilai tambah produk dengan pengadaan subsidi konversi lahan untuk pembuatan tambak/budidaya udang;
•     Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut;
•  Mengembangkan minapolitan berbasiskan perikanan tangkap untuk percepatan pembangunan kawasan yang berbasis perikanan tangkap dan minapolitan berbasis perikanan budidaya;
•  Mengembangkan sistem pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan;
•  Melakukan konversi areal bakau menjadi tambak udang sesuai persyaratan yang berlaku.
     
              Pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:
•     Pembangunan balai benih ikan/hatchery untuk menghasilkan bibit unggul;
•     Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan;
•     Pengembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI);
•     Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar dan Manado;
•  Akses jalan yang lebih baik dari lokasi perikanan menuju pelabuhan dan pusat perdagangan regional;
•   Pembangunan fasilitas penyimpanan hasil laut , di tempat-tempat pelelangan maupun di pusat-pusat perdagangan;
•     Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi).
     
      Untuk mencapai pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan yang berkelanjutan, diperlukan upaya-upaya peningkatan Kinerja Sumberdaya Manusia dan Penerapan IPTEKS yang dapat dijelaskan sebagai berikut :   
•  Penyediaan pendidikan kepada nelayan untuk memastikan penggunaan metode penangkapan yang lebih baik guna menjaga kelangsungan produksi perikanan;
•  Peningkatan produktivitas penangkapan dan pengolahan melalui pelatihan dan penyuluhan, pengadaan modal, alih teknologi tepat guna;
•     Perbaikan edukasi nelayan dan akses terhadap finansial;
•     Penegakkan peraturan terkait kualitas/mutu produk perikanan secara lebih baik;
•     Pemberian bantuan dana (subsidi) terutama bagi petani pemula budi daya udang;
•   Peningkatan standar proses industri, terutama untuk produk ekspor sehingga dapat mencapai nilai yang optimal.

I.      Pengembangan Sektor Perikanan pada Koridor Ekonomi V (Bali dan Nusa Tenggara)

Pengembangan Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara mempunyai tema Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional. Tema ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di koridor ini yang mana 17 persen penduduknya berada di bawah garis kemiskinan serta memiliki ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi yaitu sebesar IDR 17,7 juta per kapita (antara kabupaten / kota terkaya dan termiskin di dalam koridor ini). Namun demikian, koridor ini memiliki kondisi sosial yang cukup baik, sebagaimana terlihat dari tingginya tingkat harapan hidup sebesar 63 tahun, tingkat melek huruf sebesar 80 persen serta tingkat PDRB per kapita sebesar IDR 14,9 juta yang lebih tinggi dibandingkan PDB per kapita nasional sebesar IDR 13,7 juta.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh koridor ini, antara lain populasi penduduk yang tidak merata, tingkat investasi yang rendah serta ketersediaan infrastruktur dasar yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan ekonomi utama, yaitu: pariwisata, perikanan dan peternakan.
Gambar berikut menunjukkan kontribusi kegiatan pariwisata, perikanan dan peternakan yang tergambarkan dalam sektor perdagangan, hotel, restoran dan pertanian terhadap perekonomian di Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kegiatan ekonomi utama perikanan merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dikembangkan guna menuju ketahanan pangan nasional. Saat ini produk perikanan merupakan sumber protein hewani dengan tingkat konsumsi terbesar di Indonesia dengan besaran konsumsi produk perikanan mencapai sebesar 30,4 kg / kapita / tahun yaitu 72 persen konsumsi protein hewani/kapita/tahun, dibandingkan sumber protein hewani lainnya seperti ayam, daging dan telur. Sebagai negara kepulauan, kondisi geografis Indonesia sangat mendukung pengembangan kegiatan perikanan. Indonesia memiliki akses sumber daya perikanan yang berlimpah baik perikanan perairan laut maupun air tawar dimana 76 persen luas permukaan Indonesia merupakan perairan laut. Selain itu, terdapat 5.500 sungai dan danau yang mengairi daratan Indonesia.
Perikanan : Secara umum kegiatan perikanan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perkembangan kegiatan perikanan di Indonesia memiliki kenaikan rata-rata per tahun sebesar 10,29
persen. Pada periode 2009 – 2010, produksi perikanan budidaya meningkat 16,34 persen dengan produksi terbesar diperoleh dari budidaya di laut. Peningkatan ini lebih tinggi dari produksi  perikanan tangkap yang meningkat 4,71 persen. Kegiatan perikanan juga mencakup produk kelautan, misalnya seperti rumput laut dan garam. Produksi rumput laut nasional pada tahun 2010 mencapai 3 juta ton. Di dalam koridor ini juga terdapat 12 kabupaten yang menjadi lokasi untuk pengembangan komoditas unggulan rumput laut sebagaimana tercantum dalam program Minapolitan 2010 – 2014.

Produksi Garam : Lain halnya dengan produksi garam. Terlepas dari kondisi geografis Indonesia yang potensial untuk pengembangan produksi garam, saat ini Indonesia harus melakukan impor garam guna memenuhi kebutuhan domestik. Pada tahun 2009 – 2010, impor garam untuk konsumsi masyarakat Indonesia meningkat tajam sebesar 500 persen. Peningkatan besaran impor garam dapat dilihat pada gambar samping. Sehubungan dengan hal ini pemerintah tengah menerapkan usaha untuk meningkatkan produksi garam dengan membentuk kawasan minapolitan garam. Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada NTT sebagai wilayah pengembangan komoditi ini, karena wilayah ini memiliki lahan potensial produksi garam yang luas. Gambar 8, menunjukkan bagaimana Tren Impor Garam yang terjadi di Indonesia dari Kementerian Perindustrian (2011) sehingga upaya produksi Garam perlu ditingkatkan khusus di NTT.
         Bagi Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara, kegiatan ekonomi utama perikanan saat ini menyumbang 13,2 persen PDRB dari sektor agrikultur pangan. Menurut data dari Pusat Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (IPB), saat ini kegiatan ekonomi utama perikanan hanya menggunakan kurang dari 25 persen potensi kelautan di Indonesia. Peningkatan produktivitas hasil kelautan dapat dikembangkan bukan hanya melalui penangkapan, tetapi juga melalui pengembangan budidaya. Potensi yang besar tersebut terutama terdapat di daerah NTB. Kegiatan ekonomi utama perikanan perlu dikembangkan karena kegiatan tersebut berpotensi menjadi mesin penggerak perekonomian Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara melalui eksternalitas yang besar yang dimiliki dalam penyediaan lapangan kerja. Berikut ini adalah gambar persentase kontribusi dan potensi sector perikanan di Bal dan Nusa Tenggara.

      Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kegiatan perikanan dibagi menjadi tiga aspek utama yaitu penangkapan / budidaya, pengolahan dan distribusi hasil pengolahan perikanan. Terdapat beberapa tantangan yang berkaitan dengan tiga aspek pengembangan kegiatan perikanan di atas, antara lain:
•  Tidak terpetakannya potensi perikanan kelautan secara akurat serta lemahnya kontrol implementasi rencana tata ruang yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya;
•  Terbatasnya suplai perikanan laut sehingga membutuhkan efisiensi produksi melalui pengembangan bibit unggul perikanan;
• Sebagian besar armada dan peralatan penangkapan ikan masih sangat sederhana;
•  Rendahnya minat investor untuk pengembangan perikanan, terutama dalam kegiatan pengolahan produk perikanan dan kelautan;
•    Rendahnya nilai tambah ekonomis produk olahan perikanan kelautan;
• Rendahnya kualitas SDM perikanan dan kelautan, baik dalam produksi penangkapan dan budidaya perikanan serta dalam pengolahannya;
• Terbatasnya permodalan untuk masyarakat setempat sehubungan dengan pengembangan kegiatan perikanan berbasis masyarakat;
•    Terbatasnya jalur distribusi dan pemasaran produk perikanan dan olahannya;
•  Belum terpenuhinya kebutuhan infrastruktur, sarana dan prasarana pendukung (antara lain jalan, air bersih dan listrik) terutama untuk melayani industri pengolahan produk perikanan kelautan. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi perikanan dan produk olahannya;
•  Minimnya akses yang menghubungkan antara lokasi-lokasi penghasil produk perikanan kelautan dengan lokasi industri pengolahannya serta dengan pasar regional dan fasilitas ekspor.

     Untuk mengatasi tantangan tersebut, strategi umum dan langkah aksi yang akan dikembangkan di Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara adalah:
1.  Meningkatan produksi hasil perikanan, yang meliputi penangkapan tuna, budidaya udang, dan budidaya rumput laut. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki potensi perikanan yang sangat besar, oleh karena itu untuk meningkatkan produksi perikanan perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi:
•   Pemetaan potensi sumber daya perikanan dan kelautan;
•   Pengawasan penerapan RTRW;
•   Pembentukan pusat benih;
•   Revitalisasi tambak yang sudah ada;
•   Pendirian pusat pelatihan nelayan dan pengadaan program sertifikasi;
•   Pengembangan bibit unggul dan teknologi penangkapan ikan.
2.    Meningkatan produksi produk olahan bernilai tambah tinggi hasil perikanan, yang meliputi  pembekuan udang, pengalengan ikan, pengolahan tepung ikan, dan pengolahan keraginan (tepung rumput laut). Nilai tambah produk olahan perikanan pada saat ini masih sangat kecil. Peningkatan nilai tambah ekonomis produk olahan perikanan dapat dilakukan dengan:
•  Pengembangan klaster industri perikanan yang melingkupi industri produksi  bahan baku;
•  Penjalinan kerjasama dengan negara yang mengkonsumsi hasil perikanan dan kelautan (Jepang dan Thailand) untuk pemasaran hasil budidaya;
•  Pemberian pendampingan pada UKM perikanan untuk meningkatkan pengetahuan pengolahan yang memiliki nilai tambah tinggi serta pemberian skema micro credit PNPM Mandiri melalui koperasi nelayan.
3. Meningkatkan produksi garam dengan mengoptimalkan lahan yang memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan usaha garam. Pengembangan industri garam merupakan kegiatan prioritas saat ini karena Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan domestik dan masih mengandalkan impor garam. Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi garam dalam negeri, sentra garam akan dikembangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

     Regulasi dan Kebijakan : Dalam rangka melaksanakan strategi umum peningkatan produksi perikanan dan pengembangan usaha garam, diperlukan dukungan regulasi dan kebijakan sebagai berikut:
•    Penyiapan dan pengawasan pelaksanaan RTRW;
•  Penjalinan kerjasama dengan negara yang mengkonsumsi hasil perikanan dan kelautan (Jepang dan Thailand) untuk pemasaran hasil budidaya;
•  Penjalinan kerjasama antara industri garam dengan pembudidaya garam setempat dalam penyediaan bahan baku industri garam.
     
      Konektivitas (infrastruktur) : Selain hal di atas, pemenuhan kebutuhan infrastruktur dalam rangka peningkatan konektivitas untuk mendukung peningkatan produksi perikanan dan pengembangan usaha garam, dilakukan melalui:
•   Perbaikan level of service jalan lintas kabupaten, terutama untuk wilayah NTT dan peningkatan akses dari dari dermaga pendaratan ikan ke jalan lintas kabupaten terdekat;
•  Peninjauan kembali kapasitas pelabuhan setempat guna mendukung aktivitas industri;
•  Percepatan program penambahan kapasitas energi listrik dengan peningkatan kapasitas PLTU/PLTP;
•  Pengembangan Bandar Udara Mbai di Kabupaten Nagekeo, NTT yang digunakan untuk mengangkut hasil perikanan dan kelautan yang bernilai tinggi namun harus cepat dikonsumsi;
•  Percepatan pembangunan instalasi pengolahan air bersih terutama di wilayah NTT untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan.

     SDM dan IPTEK : Upaya peningkatan produksi perikanan dan pengembangan usaha garam, dilakukan melalui:
•    Pendirian pusat pelatihan nelayan dan pengadaan program sertifikasi;
•    Pengembangan bibit unggul dan teknologi penangkapan ikan ;
•  Pemberian pendampingan pada UKM perikanan untuk meningkatkan pengetahuan pengolahan yang memiliki nilai tambah tinggi serta pemberian skema micro credit  PNPM Mandiri melalui koperasi nelayan;
•  Penjalinan kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Universitas setempat untuk pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan dan kelautan yang bernilai jual lebih tinggi (kualitas lebih baik);
•  Penjalinan kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Universitas setempat untuk pengembangan teknologi budidaya garam (agar tidak tergantung pada cuaca);
•   Pendirian pusat pelatihan budidaya garam dengan skala layanan kabupaten untuk diseminasi teknik dan kemungkinan integrasi penggunaan lahan tambak garam dengan budidaya perikanan.

 I.      Pengembangan Sektor Perikanan pada Koridor VI (Kepulauan Maluku dan Papua)

      Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku terdiri dari Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional.
      Secara umum, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain:
•    Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku dari tahun 2006 – 2009, tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya;
     Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh,  PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26  juta);
•   Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha   
    dan tingkat kepastian usaha yang rendah;

 









Gambar 5. Pengembangan Koridor Ekonomi VI (Kepulauan Maluku dan Papua)

•  Produktivitas egara pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan  
    oleh  keterbatasan sarana pengairan;
•   Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi;
• Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah  12,6 jiwa/km, jauh lebih rendah dari rata-rata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km2).

        Indonesia memiliki kedudukan penting di egara perikanan. Dengan luasnya wilayah perairan di Indonesia, maka Indonesia berpeluang untuk menjadi salah satu egara eksportir komoditas perikanan terbesar dunia. Saat ini pertumbuhan produksi makanan laut mencapai 7 persen per tahun. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen makanan laut terbesar di Asia Tenggara. Sebagai contoh, untuk produksi ikan tuna, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai egara penghasil tuna terbesar dunia. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya produksi perikanan di Indonesia dari tahun ke tahun, yang masih didominasi perikanan tangkap. Total produksi perikanan di

2010 mencapai 10,83 juta ton, naik 10,29 persen dibandingkan 2009 sebesar 9,82 juta ton.








Gambar 6. Trend Produksi Perikanan tahun 2006 – 2010
        Periode 2009 – 2010, produksi perikanan budidaya meningkat 16,34 persen, lebih tinggi dari produksi perikanan tangkap yang meningkat 4,71 persen. Produksi terbesar diperoleh dari budidaya di laut, seperti tersaji dalam tabel dibawah ini.








Gambar 7. Perkembangan Produksi Perikanan ASEAN
        Walaupun peluang di sektor perikanan ini cukup besar, tetapi ada beberapa tantangan yang perlu disikapi untuk mencapai perkembangan sektor perikanan yang bisa meningkatkan kontribusi sektor perikanan pada PDRB Indonesia maupun daerah pada khususnya. Berdasarkan sebaran produksi perikanan di wilayah Indonesia, terlihat bahwa Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut ke-5 terbesar di Indonesia.
Untuk Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku, kegiatan perikanan difokuskan di perairan Kepulauan Maluku karena potensinya yang sangat besar. Untuk itu Maluku ditetapkan menjadi Kawasan Lumbung Ikan Nasional.  Sedangkan Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua tidak memiliki  potensi perikanan sebesar Maluku. Kegiatan perikanan di Maluku Utara hanya bersifat pengolahan, dan distribusi hasil perikanan. Pengembangan perikanan di Maluku Utara akan dirintis dengan mengembangkan Mega Minapolitan Morotai sedangkan di Papua Barat dan Papua hanya terdapat kegiatan perikanan yang masih kecil sehingga pengembangannya perlu didorong sesuai dengan potensi yang ada.





   


Gambar 8. Produksi Perikanan antar Propinsi tahun 2007
    Di Maluku, sektor pertanian berkontribusi paling besar dalam membentuk perekonomian Maluku untuk tahun2009, yaitu sebesar 33 persen. Diantara seluruh sub sektor pertanian, sektor perikanan merupakan sub-sektor yang mengalami peningkatan yang paling besar yaitu sebesar 1,86 persen pada tahun 2009.
    Tercatat Provinsi Maluku membukukan kenaikan sekitar 24 persen dari produksi perikanan tangkapnya antara tahun 2001 sampai 2006 (DKP, 2006). Masih di tahun yang sama, bila dibandingkan dengan data produksi perikanan tangkap dari provinsi yang lain, maka terlihat bahwa Maluku tercatat sebagai provinsi dengan persentase kenaikan produksi perikanan tangkap terbesar di Indonesia. Saat ini menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi perikanan Maluku ada di Laut Banda, Laut Seram dan Laut Arafura. Ketiga lokasi potensial itu disebut golden fishing ground. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan membuat simpul pengolahan industri perikanan di Maluku, yakni di Tual, Ambon dan Seram. Pembangunan budidaya perikanan Maluku mempunyai peluang yang sangat besar dilihat dari lingkungan strategis dan potensi sumberdaya yang tersedia, yakni berupa:
• Peningkatan jumlah penduduk dunia membutuhkan semakin banyak penyediaan ikan;
•   Pergeseran pola konsumsi masyarakat dunia ke produk perikanan;
•   Tuntutan penyediaan makanan bermutu tinggi dan memenuhi syarat kesehatan;
•  Keunggulan komparatif terhadap pasar dunia karena letaknya yang relatif dekat  dengan negara tujuan ekspor, seperti Jepang;
•  Memiliki potensi sumber daya lahan yang sangat besar, akan tetapi belum   dimanfaatkan dengan optimal;
•  Rendahnya kualitas mutu produk olahan ikan sehingga sulit bersaing di pasar ekspor.






Gambar 9.  Area  Budidaya Laut Propinsi Maluku
      Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan arrin perikanan di koridor ini adalah:
•     Sulitnya mendapatkan modal usaha dari perbankan bagi usaha perikanan kecil.
•   Belum termanfaatkannya potensi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (1,62 juta ton/tahun).
•  Belum terpadunya kegiatan usaha penangkapan ikan, tambak ikan, budidaya rumput laut dan industry pengolahan.
•    Masih kurangnya infrastuktur pelabuhan, power dan arrin, serta bangunan yang dapat mendukung kegiatan perikanan.
•     Teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan belum memadai.
      Strategi yang dapat dilakukan adalah memberikan kredit mikro kepada para nelayan, mengembangkan arring produk olahan ikan, meningkatkan kualitas produk perikanan di pasar arri dan ekspor, mempertahankan keberlanjutan arrin perikanan melalui pemberdayaan nelayan, serta meningkatkan kapasitas infrastruktur.

       Regulasi dan Kebijakan : Untuk melaksanakan strategi pengembangan perikanan, terdapat beberapa hal terkait regulasi dan kebijakan yang harus dilakukan, antara lain:
•   Deregulasi dalam bidang penyediaan kredit UMKM dan pengenalan lembaga kredit mikro ;
•      Pengembangan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional ;
•   Mendorong terbitnya Perda mengenai Pusat Industri Perikanan di Ambon dan Tual, Pengembangan 6 Kawasan Minapolitan, dan 6 Klaster Pengembangan Rumput Laut;
•      Mendorong pelaksanaan program Mega Minapolitan di Morotai;
•      Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut di Maluku Utara;
•      Mengembangkan produksi olahan untuk meningkatkan nilai tambah;
•   Meningkatkan akses permodalan dari perbankan dan lembaga keuangan lain untuk  pelaku arring pengolahan perikanan.
      
       Konektivitas (infrastruktur) : Pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan juga memerlukan dukungan infrastruktur yang meliputi:
•      Pengembangan sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan dalam negeri;
•  Pengembangan 12 Pelabuhan Perikanan di Maluku (PPN: Tantui/Ambon & Dumar/Tual, PPI: Eri/Ambon, Taar/Tual, Amahai, Kayeli/Buru, Ukurlarang/MTB, Klishatu/Wetar, Kalar-kalar/Aru, PPP: Dobo, Tamher Timur/SBT, Piru/SBB);  Pelabuhan Perikanan di Maluku Utara (Morotai) dan Sofifi;
•      Penyediaan infrastruktur depot BBM dan sumber tenaga listrik;
•      Pengembangan depo pemasaran rumput laut dan perikanan di Maluku Utara;
•    Fasilitasi bantuan peralatan penangkapan ikan (kapal dan arring penangkap) yang dilengkapi dengan Sistem Informasi Lokasi Penangkapan Ikan (satelit);
•  Infrastruktur/konektivitas lainnya yang mendukung seluruh kegiatan Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku.
      
       SDM dan IPTEK : Selain kebutuhan perbaikan regulasi dan dukungan infrastruktur, pengembangan kegiatan ekonomi utama kelapa sawit juga perlu dukungan terkait pengembangan IPTEK dan sumber daya manusia, yaitu:
•  Pembangunan unit pengolahan ikan, mesin dan peralatan pengolahan, laboratorium uji mutu dan penelitian dan pengembangan, cold storage, dan docking di Maluku dan Maluku Utara;
•   Pendirian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Ambon dan Morotai;
•   Menyediakan pusat informasi sumber daya ikan berbasis teknologi di masing-masing desa nelayan;
•  Meningkatkan mutu produk perikanan melalui pelatihan, standarisasi, dan pengawasan mutu;
  







Gambar 10. Perbandingan Investasi Sektor Perikanan dengan sektor lainnya
      
Investasi di sektor perikanan pada Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku masih sangat rendah dibandingkan dengan sektor utama lainnya (pertambangan, pertanian tanaman pangan), sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan investasi sektor tersebut. Disamping itu, ada pula investasi dari beberapa kegiatan di luar 22 kegiatan ekonomi utama yang dikembangkan di MP3EI seperti emas sebesar IDR 18,80 Triliun. Untuk Memahami betapa besarnya potensi Sektor Kelautan dan Perikanan pada Koridor Ekonomi VI (Propinsi Maluku dan Papua) untuk dikembangkan, dapat dilihat pada Gambar 18, 19, 20 berikut ini :

I.      Kesimpulan dan Saran

Dari penjelasan yang telah dikemukan di atas maka ada beberapa hal yang perlu dikemukakan sebagai konklusi dan implikasi kebijakan yang penting sebagai berikut :
1.    Sektor Kelautan dan Perikanan merupakan sektor masuk dalam  8 (delapan) Prioritas kegiatan utama Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
2.    Perlu mengintegrasikan kebijakan-kebijakan sektor Kelautan dan Perikanan yang telah dilaksanakan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penjabarannya, misalnya pelaksanaan Program Kementerian Kelautan Perikanan tentang Minapolitan yang ternyata mesti diselaraskan dengan Program MP3EI.
3.    Banyak sekali peraturan perundang-undangan ditingkat Pusat dan Daerah yang belum mendukung pelaksanaan MP3EI, misalnya Peraturan tentang Pertanahan, Perpajakan, Ekspor dan Impor, dan lain-lain.
4.    Perlu pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengimplementasian kebijakan sehingga masyarakat tidak merasa terpinggirkan dalam pelaksanan Program MP3EI, bila dilihat  bahwa hampir 80 % Sektor Perikanan didominasi oleh Nelayan-nelayan subsiten / tradisional, kecil dan menengah.
5.    Pelibatan Perusahan Asing dalam pelaksanaan program MP3EI mesti dengan ketat difilterisasi sehingga tidak diinterpretasikan bahwa Negara membiarkan secara leluasa mereka mengeksploitasikan Sumberdaya alam sekehendak sendiri bahkan dianggap bahwa Negara menjual sumberdaya kepada orang Asing.
6.    Fungsi Monitoring dan Pengawasan terhadap program-program MP3EI harus secara rutin dilakukan sehingga upaya “Mensejahterakan dan Memakmurkan Masyarakat Secara Berkeadilan” sesuai Tujuan Program MP3EI dapat terwujudkan.



Daftar Pustaka

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011. Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia  (MP3EI) Dukung Rencana Pembangunan Nasional. Pada http://www,bapenas.go.id/mp3ei. Jakarta (diunduh, 12 Desember 2011)

Kementerian Koordinator Perekonomian, 2011. Buku Panduan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Penerbit Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor  32  Tahun  2011 tentang Masterplan  Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta.
Prayitno S, Budi. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Makalah Persentase (tidak dipublikasikan) – Semarang. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah. Semarang.
Rifa Nadia Nurfuadah, 2011. Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia : Membawa Sektor Infrastruktur  Indonesia Naik Peringkat. Pada http://www.okezone.com/beritaaktual/mp3ei. Jakarta. (diunduh 12 Desember 2011).

 





1 komentar:

  1. Foto-foto yang terkait dengan Koridor Ekonomi belum di upload supaya perkuat artikel yang ada...

    BalasHapus